customer.co.id – Deputi III Kantor Staf Presiden ( KSP ) Panutan Sulendrakusuma meluruskan pemahaman tentang kemiskinan ekstrem. Menurut dia, masih banyak pihak yang salah dalam memahami hal tersebut.
Dalam keterangan pers KSP yang diterima di Jakarta, pada, Minggu 2 Oktober 2022, Panutan menjelaskan bahwa Bank Dunia menghitung garis kemiskinan esktrem berdasarkan keseimbangan daya beli (purchasing power parity/PPP), bukan semata-mata berdasarkan nilai kurs mata uang.
“Pemahaman tentang kemiskinan ekstrem ini harus diluruskan. Jadi hitungannya berdasar paritas daya beli bukan mengalikannya dengan kurs dolar Amerika di pasar,” kata Panutan.
Hal ini disampaikan Panutan menanggapi banyaknya pemberitaan media yang menyebut pendapatan per kapita per hari di Indonesia Rp32.812 atau Rp984.360 per kapita per bulan, dengan asumsi kurs Rp15.216 per dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam laporan terkini, Bank Dunia merevisi garis kemiskinan esktrem dari 1,90 dolar AS menjadi 2,15 dolar AS per kapita per hari.
Dengan acuan tersebut, Bank Dunia mengestimasi jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia pada 2021 mencapai 9,8 juta orang atau setara 3,6 persen populasi.
Angka resmi untuk Indonesia sebagai acuan program pemerintah akan dihitung Badan Pusat Statistik (BPS).
Panutan juga menjelaskan, selain mengubah acuan kemiskinan ekstrem, Bank Dunia juga mengubah asumsi PPP dari 2011 menjadi 2017, yang dihitung melalui International Comparison Program (ICP) agar perbandingan antarnegara dapat dilakukan secara lebih baik.
“Perubahan PPP ini terjadi karena adanya faktor inflasi,” kata Panutan.
Panutan menjelaskan, dengan acuan garis kemiskinan ekstrem 2,15 dolar AS dan PPP tahun 2017, maka perhitungan garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia setelah dikonversi ke rupiah adalah Rp11.605 per kapita per hari, bukan Rp32.812 per kapita per hari seperti yang latah diberitakan banyak media.
” Bank Dunia sendiri menyatakan jumlah penduduk miskin ekstrem di dunia tidak berubah signifikan setelah perubahan metode tersebut, termasuk di Indonesia,” ujarnya.
Target 0 persen
Panutan juga menegaskan, Presiden Joko Widodo menargetkan pengurangan kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen pada 2024.
Untuk mewujudkannya, pemerintah telah melakukan konvergensi program penanganan kemiskinan ekstrem, yang difokuskan pada tiga pilar yakni mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur dasar.
Seiring dengan perkembangan terkini, pemerintah juga terus berupaya mengendalikan inflasi lewat sinergi kebijakan fiskal dan moneter, serta menyalurkan berbagai program bantuan.
“Tentu targetnya dapat menurunkan inflasi dan mempertahankan daya beli masyarakat, khususnya miskin dan miskin ekstrem,” katanya.
“Kantor Staf Presiden akan terus mengawal program penghapusan kemiskinan ekstrem bersama kementerian dan lembaga terkait,” tutur Panutan lagi.***
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website pikiran-rakyat.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”
Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News