customer.co.idJakarta, CNBC Indonesia – Harga kripto utama cenderung kembali menguat pada perdagangan Rabu (31/8/2022). Investor masih mengoleksi secara bertahap karena kondisi global yang masih belum memungkinkan.

Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 10:05 WIB, Bitcoin menguat 0,7% ke posisi harga US$ 20.339,62/koin atau setara dengan Rp 302.043.357/koin (asumsi kurs Rp 14.850/US$). Sedangkan untuk Ethereum melesat 3,66% ke posisi US$ 1.592,02/koin atau Rp 23.641.497/koin.

Sementara untuk koin digital (token) alternatif (alternate coin/altcoin) Cardano melesat 2,68% ke US$ 0,4602/koin (Rp 6.834/koin). Di deretan altcoin, Hanya Dogecoin yang terpantau terkoreksi pada hari ini yakni melemah 0,66% ke US$ 0,06299/koin (Rp 935/koin).

Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.

Sumber: CoinMarketCap

Bitcoin cenderung bertahan di level psikologisnya di US$ 20.000 pada hari ini, setelah tergelincir di bawah ambang batas sebelumnya pada perdagangan Senin awal pekan ini.

Meski sudah mulai menguat, tetapi investor dan trader di pasar kripto masih mengoleksi secara bertahap karena kondisi global yang masih belum memungkinkan, di mana sentimen pasar masih cenderung negatif pada hari ini.

Investor juga cenderung resah atas berlanjutnya sikap hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang setidaknya sebagian terkait dengan tingkat pengangguran yang rendah secara historis.

“Penghindaran risiko dengan kuat kembali ke tempatnya dan itu mengirim Bitcoin ke bawah level US$ 20.000,” kata Edward Moya, analis pasar senior di Oanda Edward Moya kepada CoinDesk.

The Fed masih akan agresif menaikkan suku bunga, menahannya di level tinggi dalam waktu yang lama, sehingga risiko resesi meningkat, dan menyebabkan laba korporasi berisiko tergerus.

Tidak hanya The Fed, bank sentral lainnya yang juga bermasalah dengan inflasi tinggi juga bisa melakukan hal yang sama, resesi dunia pun di depan mata.

Di lain sisi, isu resesi kini “menyerang balik” minyak mentah, di mana harga minyak mentah acuan dunia terpantau ambles. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent merosot lebih dari 4%.

Penurunan harga minyak mentah bisa menurunkan tekanan harga energi. Seperti diketahui tingginya harga energi memicu masalah lonjakan inflasi, yang berdampak sangat buruk bagi perekonomian. Resesi mengancam dunia akibat tingginya harga energi.

Ketika resesi terjadi artinya perekonomian mengalami kemerosotan, dan permintaan minyak mentah juga akan menurun.

Resesi bisa terjadi akibat bank sentral di berbagai negara yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga guna meredam inflasi.

Sebelumnya dalam simposium Jackson Hole, ketua The Fed Jerome Powell menegaskan suku bunga masih akan terus dinaikkan, dan mengesampingkan kemungkinan pemangkasan pada tahun depan.

Artinya suku bunga tinggi masih akan ditahan dalam waktu yang lama.

Yang terbaru, Presiden The Fed wilayah New York, John William, juga menegaskan perlunya kebijakan moneter yang ketat guna memperlambat demand, sehingga inflasi bisa diredam.

“Kita perlu kebijakan yang ketat untuk memperlambat demand, dan kita belum sampai di sana,” kata Williams, sebagaimana dilansir CNBC International.

Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) juga menunjukkan tanda-tada akan agresif. Anggita dewan gubernur ECB, Madis Muller mengatakan ECB seharusnya mulai mendiskusikan kenaikan 75 basis poin (bp) di bulan September.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News