customer.co.idJakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah jeblok lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (3/10/2022) hingga nyaris menembus Rp 15.300/US$. Rupiah terus tertekan menjelang rilis data inflasi Indonesia.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 9:41 WIB, rupiah diperdagangkan di Rp 15.280/US$, merosot 0,36% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 29 April 2020.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi siang ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan inflasi September akan menembus 1,20% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).

Jika ramalan ini benar maka ini akan menjadi inflasi tertinggi sejak Desember 2014.

Hasil polling juga memperkirakan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) akan menembus 5,98% atau tertinggi sejak Oktober 2015 atau tujuh tahun terakhir.

Inflasi tinggi merupakan masalah utama di dunia saat ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulangkali mengungkapkan bahwa inflasi adalah momok terbesar saat ini oleh semua negara di dunia. Pasalnya, banyak negara di dunia yang tersandung akan inflasi tinggi.

Inflasi ini dipicu oleh kenaikan harga pangan hingga energi, dan perang Rusia-Ukraina yang tak pasti kapan berakhir.

“Pertama yang ingin saya sampaikan momok pertama semua negara saat ini inflasi, inflasi semua negara biasanya hanya 1% sekarang 8%, lebih dari 10% dan bahkan ada lebih dari 80 persen, ada 5 negara,” kata Jokowi saat Pengarahan Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pangdam dan Kapolda di JCC, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Inflasi yang tinggi memang bisa menimbulkan masalah besar. Daya beli masyarakat bisa tergerus yang pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi. Jika berlangsung lama, maka risiko stagflasi pun menghantui.

Jika nilai tukar rupiah terus melemah, maka inflasi berisiko semakin meninggi.

Di sisi lain, isu resesi berjamaah pada 2023 mendatang membuat dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi primadona. Isu cash is the king pun kembali muncul.

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah cash is the king muncul beberapa kali. Yang terdekat, saat awal pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19).

Kali ini, istilah cash is the king dilontarkan langsung oleh Deputi Gubernur BI Aida S Budiman.

“Kita kenal istilah higher for longer (untuk suku bunga di berbagai negara) yang menimbulkan ketidakpastian global dan pasar keuangan, diikuti Eropa. Sehingga mata uang dolar AS mengalami peningkatan tertinggi dalam sejarahnya dan mengalami tekanan cash is the king,” jelas Aida dalam Diskusi Publik Memperkuat Sinergi untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian, Rabu (28/9/2022).

Istilah cash is the king merujuk pada fenomena di mana para pelaku pasar lebih memilih memegang cash.Tetapi bukan sembarangan cash, hanya dolar Amerika Serikat (AS).

TIM RISET CNBC INDONESIA

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News