customer.co.idJakarta, CNBC Indonesia – Resesi dunia sepertinya pasti akan terjadi pada tahun depan, sesuai dengan prediksi banyak institusi di seluruh dunia, termasuk Bank Dunia.

Inflasi tinggi yang melanda berbagai negara, kemudian direspon dengan kenaikan suku bunga yang agresif membuat ekonomi dunia menjadi “gelap”.

Inflasi tinggi akan menurunkan daya beli, sementara suku bunga tinggi membuat ekspansi dan belanja konsumen terhambat. Alhasil, resesi pun di depan mata.

Risiko resesi semakin buruk melihat perang Rusia – Ukraina yang tak kunjung usai, justru kini semakin intensif. Perang kedua negara tersebut menjadi salah satu pemicu meroketnya harga minyak mentah, gas alam hingga batu bara.

Alhasil, inflasi energi menjadi gila-gilaan, dan kini sudah menyebar ke berbagai sektor perekonomian.

Inflasi yang ‘mendarah daging’ tentunya akan memerlukan waktu yang lama untuk kembali turun. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) sudah menaikkan suku bunga hingga 300 basis poin (bp) di tahun ini menjadi 3% – 3,25%. Meski demikian, inflasi di Amerika Serikat masih tinggi, di atas 8%.

Tak hanya sampai di situ saja, pasar tenaga kerja di AS yang masih cenderung ketat membuat inflasi di AS cenderung sulit untuk diredam.

Sementara, perdebatan resesi telah berkecamuk selama beberapa bulan terakhir, sekitar 90% CEO mengatakan mereka sekarang percaya penurunan akan datang, menurut survei terhadap 400 CEO AS oleh perusahaan konsultan KPMG yang diterbitkan pada Selasa kemarin.

Namun, hal itu tidak menghentikan miliarder, investor, dan pemikir ekonomi paling tajam di dunia untuk secara terbuka menyatakan pandangan mereka tentang apakah AS dan ekonomi global secara resmi sedang atau dengan cepat menuju resesi.

Berikut beberapa pendapat dari para pengamat terkait pembahasan resesi global, dilansir dari Fortune.

1. Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase

CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon pada Senin lalu memperingatkan bahwa kombinasi berita buruk yang “sangat, sangat serius” kemungkinan akan membawa ekonomi AS dan global ke dalam resesi pada pertengahan tahun depan.

Dimon, yang merupakan kepala eksekutif bank terbesar di AS, mengatakan ekonomi AS “sebenarnya masih baik-baik saja” saat ini dan konsumen cenderung berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan krisis keuangan global 2008.

“Tetapi Anda tidak dapat berbicara tentang ekonomi tanpa membicarakan hal-hal di masa depan – dan ini adalah hal yang serius,” kata Dimon dikutip dari CNBC International, Senin (10/10/2022) lalu di konferensi JPM Techstars di London.

Di antara indikator yang membunyikan bel alarm, Dimon mengungkapkan dampak inflasi yang tidak terkendali, suku bunga naik lebih dari yang diharapkan, efek pengetatan kuantitatif yang tidak diketahui dan perang Rusia di Ukraina.

“Ini adalah hal-hal yang sangat, sangat serius yang menurut saya kemungkinan akan mendorong AS dan dunia, maksud saya, Eropa sudah dalam resesi, dan mereka kemungkinan akan menempatkan AS dalam semacam resesi enam hingga sembilan bulan dari sekarang,” kata Dimon.

Komentarnya datang pada saat meningkatnya kekhawatiran tentang prospek resesi ekonomi karena The Fed dan bank sentral utama lainnya menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi yang melonjak.

Dimon mengatakan bahwa sementara The Fed “menunggu terlalu lama dan melakukan terlalu sedikit” karena inflasi melonjak ke level tertinggi empat dekade.

“Dan, Anda tahu, dari sini, mari kita semua berharap dia sukses dan tetap berdoa bahwa mereka berhasil memperlambat ekonomi sehingga apa pun itu, ringan – dan itu mungkin,” tambahnya.

Dimon mengatakan dia tidak bisa memastikan berapa lama resesi di AS akan berlangsung, menambahkan bahwa pelaku pasar harus menilai berbagai hasil yang dirilis dengan sangat cermat.

“Itu bisa berubah dari sangat ringan hingga cukup keras dan banyak yang akan bergantung pada apa yang terjadi dengan perang ini. Jadi, saya pikir menebak itu sulit, bersiaplah.”

Dimon mengatakan satu-satunya jaminan yang bisa dia yakini adalah pasar yang bergejolak. Dia juga memperingatkan bahwa ini bisa bertepatan dengan kondisi keuangan yang tidak teratur.

2. Carl Icahn, Chairman Icahn Enterprises

Chairman Icahn Enterprises, Carl Icahn telah berulang kali memperingatkan investor tentang kesulitan yang akan datang bagi ekonomi AS.

Dia juga menyalahkan The Fed karena beralih dari kebijakan pelonggaran kuantitatif dan suku bunga mendekati nol selama pandemi ke kebijakan moneter yang lebih ketat yang berfokus pada memerangi inflasi.

“Kami mencetak terlalu banyak uang, dan hanya berpikir pesta tidak akan pernah berakhir,” katanya kepada MarketWatch di festival tersebut.

“Pesta sudah selesai,” tambah Icahn.

Dalam sambutannya, Icahn bahkan membandingkan masalah inflasi pada tahun 2022 dengan jatuhnya Kekaisaran Romawi lebih dari seribu tahun silam.

“Inflasi adalah hal yang mengerikan. Anda tidak bisa menyembuhkannya,” ujar Icahn.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News