customer.co.id – Apa yang ada di pikiran Anda jika mendengar kata hibah? Apakah hibah dikenakan pajak? Bagaimana cara menghitung pajak hibah?
Pada umumnya orang mengaitkan hibah dengan harta waris yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya selagi orangtua masih hidup.
Pendapat tersebut tidak salah, tetapi seberapa banyak dari mereka yang sadar bahwa hibah, sebagai bentuk pemberian, merupakan bagian dari obyek pajak yang harus dikenakan pajak?
Rubrik kali ini akan membahas lebih jauh tentang pajak hibah dan cara menghitung pajak hibah.
Rubrik Finansialku
Pengertian Hibah
Hibah adalah pemberian seseorang kepada orang lain semasa hidupnya. Hibah secara sah mengikat pemberi hibah (penghibah) dan memberikan akibat sejak penghibah tersebut diterima oleh penerima hibah.
Hibah harus dilakukan pada saat pemberi hibah dan penerima hibah masih hidup. Jikalau, sang pemberi hibah telah meninggal dunia, sepanjang hibah sudah dilakukan, maka hibah tersebut tetap sah.
Hukum mengenai hibah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Hibah secara rinci disebutkan dalam Pasal 1666 hingga Pasal 1693, yang menyatakan bahwa:
Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Undang-undang tidak mengakui hibah, selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup (KUH Perdata R. Subekti).
Perlu digarisbawahi bahwa menurut Pasal 1666 KUH Perdata hibah merupakan keperluan sepihak dimana pemberian hibah dilakukan secara cuma-cuma yang berarti tidak memerlukan pembayaran atau kompensasi dalam bentuk apapun.
Hibah yang telah diberikan tidak dapat ditarik kembali oleh si pemberi hibah.
Ketentuan-Ketentuan Hibah
Di dalam Undang-Undang yang menjelaskan tentang hibah, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mengatur hibah. Ketentuan-ketentuan ini penting untuk kita ketahui karena ada syarat sah suatu hibah bisa dilakukan.
[Baca Juga: Infografis #8 Mengenal Distribusi Kekayaan dengan Waris dan Hibah]
Selain itu, juga diatur mengenai ketentuan penarikan hibah apabila ada syarat-syarat yang dipenuhi di dalam hibah yang telah dibuat, yaitu:
Tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan,
Jika penerima hibah bersalah dengan melakukan atau membantu melakukan pembunuhan atas penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah,
Jika penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada pemberi hibah, hingga kemudian penghibah jatuh miskin.
Download Ebook Investasi Reksa Dana untuk Pemula
Ketentuan Mengenai Pajak Hibah dan Cara Menghitungnya
Hibah adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain. Oleh karena itu, penerimaan hibah bisa disebut sebagai penghasilan dan termasuk kategori objek pajak.
Sebenarnya tidak semua hibah masuk kategori objek pajak. Ada penerimaan hibah yang tidak menjadi objek pajak, ada juga pemberian hibah yang menjadi objek pajak, sehingga penerimanya wajib membayar pajak penghasilan (PPh).
[Baca Juga: Perbedaan Hibah dan Waris dalam Distribusi Keuangan]
Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh 1984 [Amandemen 2008], beberapa jenis penerimaan yang tidak dimasukkan ke dalam objek pajak adalah:
#1 Hibah Dalam Bentuk Bantuan atau Sumbangan
Hibah dalam bentuk bantuan atau sumbangan, termasuk di dalamnya zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
#2 Hibah Dalam Bentuk Harta
Hibah dalam bentuk harta yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
[Baca Juga: Pajak Warisan: Apakah Warisan Dikenakan Pajak?]
Penjelasan mengenai uraian diatas tentang jenis penerimaan yang dikecualikan dari objek pajak dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 245/PMK.03/2008, dimana bunyi dari PMK No. 245/PMK.03/2008 adalah:
Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
Kelima pribadi atau badan yang disebut di dalam PMK No. 245/PMK.03/2008 jika menerima hibah maka tidak dikenakan pajak penghasilan.
Jika ada hibah yang diluar batas tersebut maka pasti dikategorikan sebagai objek pajak.
Namun, tidak semua hibah dari kelima poin diatas bukan merupakan objek pajak dan akan bebas dari pajak.
Ada penjelasan dan kriteria mengenai setiap poinnya, sehingga kelima pribadi atau badan tersebut dapat dikategorikan bukan objek pajak atau termasuk ke dalam objek pajak.
Download E-book Investasi Emas untuk Pemula
Penjelasan secara rinci setiap poinnya adalah:
Pemeliharaan kesehatan orang lanjut usia (panti jompo);
Pengurusan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;
Santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
Pemberian beasiswa;
Pelestarian lingkungan hidup;
Dan kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
[Baca Juga: Dapat Tanah Warisan? Kenali Dulu Cara Mengurus BPHTB dan Menghitung BPHTB]
Jadi, terdapat kriteria yang jelas, mana yang tidak menjadi objek pajak dan mana yang dikenakan objek pajak karena penerimaan hibah.
Lalu bagaimana cara perhitungannya pajaknya?
Cara Menghitung Pajak Hibah
Rumus untuk menghitung pajak Hibah adalah:
Pajak Hibah = (NJOP – NPOPTKP) x 5%
Keterangan:
Untuk mempermudah mengerti mengenai perhitungan pajak hibah, kita akan menggunakan contoh sebagai berikut:
Budi adalah kakak dari Bunga. Budi ingin memberikan warisan berupa rumah kepada adiknya, Bunga.
NJOP pada rumah yang diberikan senilai Rp200.000.000, sedangkan nilai NPOPTKP-nya adalah Rp60.000.000. Karena hubungan keduanya sedarah namun bersifat horizontal maka pemberian hibah akan dikenakan pajak.
[Baca Juga: Apa Akibat Tidak Merencanakan Waris? Yuk Ketahui Cara Menyiapkan Warisan Untuk Masa Depan]
Jumlah pajak yang akan dikenakan kepada Bunga adalah:
Pajak = (NJOP – NPOPTKP) x 5%
Pajak = (Rp200.000.000 – Rp60.000.000) x 5% = Rp7.000.000
Pelajari dan Pahami Terlebih Dahulu
Ketika Anda akan berurusan dengan harta yang akan dihibahkan atau bahkan Anda sendiri adalah orang yang akan menerima harta hibah, Anda harus mempelajari dan memahami terlebih dahulu tentang hibah dan pajak hibah.
Dengan mempelajari dan memahaminya, Anda dapat merencanakannya dengan baik.
Semoga artikel kali ini membantu Anda untuk lebih mengerti tentang hibah dan pajak hibah.
Apakah artikel ini membantu Anda untuk menelusuri lebih dalam tentang hibah dan cara menghitung pajak hibah?
Apakah artikel ini dapat membantu menambah wawasan teman-teman atau orang lain yang mungkin belum mengetahui tentang hibah dan pajak hibah?
Bagikan artikel ini untuk membantu orang lain mengetahui lebih banyak tentang hibah dan cara menghitung pajak hibah.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar:
Download Ebook Perencanaan Keuangan untuk Usia 30 an
Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News