customer.co.id – Perkembangan startup financial technology (fintech) di Indonesia terbukti terus mengalami perkembangan. OJK mengaku dalam waktu dekat ini akan ada sedikitnya 4 fintech syariah yang akan mengajukan izin.

Rubrik Finansialku

Pengajuan Izin Empat Fintech Syariah ke OJK

Dalam waktu dekat ini akan ada sedikitnya empat perusahaan financial technology atau teknologi finansial (tekfin) berbasis pinjam meminjam dengan sistem syariah yang sedang dalam proses mengajukan izin terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Moch. Muchlasin selaku Direktur Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah mengatakan, peluang bisnis fintech lending dengan sistem syariah masih sangat terbuka lebar.

Apalagi jika mengacu pada pertumbuhan fintech lending konvensional, mereka saja berkembang dengan signifikan sejak beberapa tahun belakangan ini.

[Baca Juga: Bank vs Fintech P2P Lending: Pesaing atau Pelengkap Inklusi Keuangan?]

Regulator optimistis peluang serta jalan untuk mengembangkan fintech lending berbasis syariah masih sangat besar di Indonesia.

Seperti dikutip dari Koran Kontan, Selasa (23/1/18) Moch. Muchlasin memaparkan:

“Tentunya tetap ada yang membutuhkan dana via fintech yang sesuai dengan keyakinannya.”

Terbukti, belum lama ini PT Ammana Fintek Syariah telah resmi mengantongi izin terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sebagai fintech lending syariah pertama di Indonesia.

Sementara itu ada juga beberapa fintech berbasis syariah yang telah mengantongi izin dari otoritas salah satu yang terkenal adalah Paytren besutan Ustadz Yusuf Mansur.

Prinsip-prinsip Fintech Syariah

Fintech dengan sistem syariah adalah fintech yang menganut prinsip-prinsip sahnya suatu akad, serta memenuhi syarat dan rukun serta hukum syariah yang berlaku.

Pada dasarnya, fintech syariah harus merujuk kepada salah satu prinsip muamalah yaitu ‘an taradhin atau asas kerelaan para pihak yang melakukan akad.

Asas ini menekankan adanya kesempatan yang sama bagi para pihak untuk menyatakan proses ijab dan qabul.

Syarat yang harus dipenuhi adalah harus ada objek (‘aqid), subjek (mu’qud ‘alaihi) dan keinginan untuk melakukan akad (sighat) dan rukun yang harus terwujud adalah adanya harga/upah serta manfaat.

[Baca Juga: Panduan Lengkap: Serba Serbi P2P Lending untuk Pemula]

Hukum juga harus mengiringi, misalnya berbentuk undang-undang, fatwa dan sertifikasi halal.

Dalam KUH Perdata, asas kerelaan dinyatakan dalam Pasal 1320, yang menyatakan bahwa:

“Supaya terjadi perjanjian yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu pokok persoalan tertentu, suatu sebab yang tidak terlarang.”

Saat ini pertumbuhan fintech berbasis syariah diprediksi akan terus meningkat di Indonesia.

Menurut Pengamat Fintech Syariah dari STEI Tazkia, Murniati Mukhlisin, peluang pertumbuhan fintech muncul karena banyak masyarakat yang ingin berekonomi syariah melalui teknologi digital.

Kendati demikian, Murni melihat di Indonesia sendiri OJK belum membuat aturan yang spesifik bagi fintech syariah.

Ia berharap otoritas memperhatikan aturan tersebut, dimulai dari hal kecil seperti penggunaan bahasa konvensional (pinjaman, pembayaran, dan sebagainya), ia menginginkan adanya pembeda antara fintech syariah dan fintech konvensional.

Apa pandangan dan pendapat Anda tentang perkembangan startup fintech P2P Lending berbasis syariah di Indonesia? Berikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah!

Sumber Referensi:

    Umi Kulsum. 23 Januari 2018. Izin Empat Tekfin Syariah. Koran Kontan.

Sumber Gambar:

    P2P Lending – https://goo.gl/aPLbq4, https://goo.gl/odSV9t

    OJK – https://goo.gl/NXPRXr, https://goo.gl/o1yuQP

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News