“Setiap saat kita bisa menerima berbagai promo diskon hingga cashback yang bisa mempengaruhi dan akhirnya terbujuk membeli sesuatu. Akibatnya, terjadi pemborosan dan pembelian impulsif,” kata Alem.

Alem pun lantas memberikan sejumlah tips bijak dalam menggunakan aplikasi transaksi nontunai. Selain menentukan kebutuhan yang menjadi prioritas, tentukan peruntukan dan kebutuhan transaksi nontunai, misalnya untuk pembayaran tol atau pembelian online. Pemisahan pengeluaran di dompet digital juga penting dilakukan untuk menghindari perilaku konsumtif.

Ia menyarankan, untuk daftar kebutuhan prioritas dan buat perencanaan keuangan terhadap kebutuhan yang ada. Hindari untuk berhutang, baik dengan kartu kredit maupun pay later. 

Masyarakat juga diminta jangan lupa juga untuk menabung, dimana saat ini banyak aplikasi nontunai yang bisa membantu kita untuk menabung dan menahan dana kita untuk kepentingan masa depan. Misalnya tiap hari menabung Rp10.000 untuk mencapai target tertentu. Ini menjadi hal positif untuk mengendalikan keuangan.

“Kontrol dan kendalikan keuanganmu,” ujarnya. 

Lebih lanjut, anggota Japelidi dan Dosen Fikom UP Diana Anggraeni mengingatkan perlunya masyarakat mengenal kejahatan digital melalui transaksi nontunai dan cara menghindarinya. Beberapa kejahatan melalui transaksi nontunai yang kerap terjadi di antaranya phising, money mule, double swipe atau gesek ganda, hingga rekayasa sosial.

“Jika kita menjadi korban kejahatan saat melakukan transaksi nontunai, segera blokir rekening bank ke penyelenggara atau penerbit, lalu siapkan bukti kejahatan, buat kronologi kejadian dan lapor ke polisi,” katanya.

Ia juga meminta untuk menyebarkan informasi kejahatan tersebut ke lingkaran terdekat agar mereka waspada dengan oknum yang bisa jadi mengaku sebagai diri kita sendiri. Apalagi sampai meminta transfer sejumlah uang.

Transaksi nontunai terus didorong di era digital. Meskipun punya kelebihan dan kekurangan, metode ini sedang diterapkan di seluruh dunia dan dipercaya sebagai cara pembayaran di masa depan. Untuk itu, masyarakat harus beradaptasi sekaligus memiliki kecakapan dalam memahami dan menggunakan teknologi digital agar dapat melakukan transaksi nontunai dengan aman, nyaman dan tidak terjerumus perilaku konsumtif.

Untuk diketahui, transaksi nontunai merupakan alat tukar yang dipakai untuk transaksi barang atau jasa dengan pembayaran tidak dalam bentuk tunai (cash). Bentuknya beragam, mulai dari kartu kredit, kartu debit, hingga yang sedang marak saat ini yaitu uang elektronik atau dompet digital dan paylater.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial @Kemenkominfo dan @Siberkreasi.


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News