Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, melaporkan hasil investasi yang diterima Indonesia selama kuartal II-2022.

Di mana, nilai investasi Indonesia telah terealisasi di kuartai II-2022 sejumlah Rp302,2 triliun. Capaian pada kuartal II-2022 itu, naik 7% dibanding kuartal sebelumnya, dan secara Year on Year (YoY) tumbuh 35,5%, dibanding tahun sebelumnya.

“Sampai kuartal dua ini, investasi berhasil menyerap tenaga kerja 320.534 orang, atau naik 2,8% dibanding tahun lalu. Pertumbuhan sebanyak ini mungkin pertama kali ini dalam sejarah,” ucap Bahlil dalam konferensi pers yang berjudul “Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2022” yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Kementerian Investasi/BKPM, Rabu (20/7).

Bahlil juga melaporkan jumlah Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) hingga awal kuartal II-2022 tumbuh 54%. Menurut hasil diskusi dirinya bersama sejumlah investor, hal ini karena adanya empat faktor penyebab, yaitu investor percaya dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo, kepercayaan investor terhadap stabilitas politik Indonesia, proses hukum yang semakin baik, dan transparansi percepatan serta pelayanan investasi.

“Meskipun saat ini masih di tengah ketidakpastian global, tetapi para investor luar negeri masih percaya dan menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi,” jelasnya.

Terkait dengan pemerataan pembangunan, Bahlil menyebut sejak 2020, investasi di luar Pulau Jawa sudah lebih dominan. Menurutnya, ini sebagai bentuk konsistensi pemerintah untuk mendorong percepatan investasi di luar Pulau Jawa dan upaya menciptakan kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Sehingga diharap bisa mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang adil. Pemerataan investasi juga menjadi salah satu arahan presiden kepada Menteri BKPM  agar tidak bersifat Jawasentris tetapi Indonesiasentris.

Naiknya nilai investasi sebanyak 7% di kuartal II-2022 ini, terdiri dari beberapa sektor investasi yaitu, pertama dari sektor industri logam dasar, barang logam bukan mesin dan peralatannya senilai Rp48,2 triliun (15,9%); kedua dari sektor pertambangan senilai Rp33,0 triliun (10,9%); ketiga adalah sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran dengan nilai Rp26,7 triliun (8,8%); keempat dari sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebanyak Rp25,6 triliun (8,5%), dan yang terakhir ada dari sektor industri makanan senilai Rp22,4 triliun (7,4%).

“Saat ini jika dilihat dari data, yang sedang berkembang adalah investasi industrialisasi di sektor hilirisasi pertambangan, tetapi yang menarik industri makanan juga jalan. Jadi industri ini dalam rangka mendorong agar tidak terjadinya deindustrialisasi,” tutur Bahlil.


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News