Rektor Unila Patok Harga Rp350 Juta untuk Bantuan Memasukkan Mahasiswa Baru

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani sebagai tersangka dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di kampus yang dipimpinnya. Dia mematok harga ratusan juga untuk membantu memasukkan mahasiswa baru Unila.
 
“Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara KRM (Karoman) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu, 21 Agustus 2022.
 
Suap itu diminta Karomani kepada orang tua yang ingin anaknya diberikan jalur khusus dalam seleksi mandiri masuk Unila (Simanila) untuk tahun akademik 2022. Karomani mematok harga karena punya kewenangan dalam seleksi Simanila.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dia juga aktif mengatur bawahannya untuk memilah calon mahasiswa yang mendaftar Simanila. Termasuk, mencari orang tua calon mahasiswa yang mau masuk dengan jalur suap.
 
“Menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme,” ujar Ghufron.
 
KPK menemukan uang senilai Rp603 juta yang diduga berasal dari orang tua calon mahasiswa. Dari total itu, sebanyak Rp574 juta sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani.

KPK juga menemukan tabungan deposito dan emas batangan yang diduga terkait dengan penerimaan mahasiswa baru ini. Selain itu, KPK menemukan uang tunai yang disimpan senilai Rp4,4 miliar.
 
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Rektor Unila, Karoman; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri; dan pihak swasta, Andi Desfiandi.
 
Andi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
 
Sedangkan, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News