Sri Mulyani Sebut Orang Indonesia Jangan Baper, Ada Apa Nih?

loading…

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, agar orang Indonesia jangan baper (bawa perasaan) karena semua negara mencermati hal yang sama, terkait apa ya kira-kira?. Foto/Dok

NUSA DUA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa Indonesia sebagai tuan rumah dari Presidensi G20 juga menempatkan aspek keuangan berkelanjutan (sustainable finance) sebagai salah satu dari topik terpenting yang harus didiskusikan antara para menteri keuangan dan gubernur bank sentral.

Baca Juga: Pajak Karbon Tidak Jadi Diterapkan Juli 2022, Begini Alasannya

Keuangan berkelanjutan tidak hanya membicarakan soal afordabilitas dari komitmen perubahan iklim , tetapi aspek ekualitas atau keadilan. Ini konsisten dengan prinsip UNFCCC, common but differentiated responsibility.

“Untuk negara seperti Indonesia yang memiliki hutan tropis yang sangat luas, Indonesia tentunya akan dicermati dalam manajemen hutan tropis tersebut,” ujar Sri Mulyani dalam rangkaian kegiatan Road to G20 bertajuk “Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia” di Nusa Dua, Rabu (13/7/2022).

“Untuk negara seluas Indonesia yang masih dalam tahap pembangunan, terus mendorong pengurangan kemiskinan dengan mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja, ditambah dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia tentunya membutuhkan energi listrik yang besar,” sambungnya.

Dia mengatakan, di Indonesia, emisi karbon berasal dari sektor energi, yang juga akan menjadi area untuk dicermati. “Tapi ini bukan hanya Indonesia saja, jadi orang Indonesia jangan baper (bawa perasaan). Semua negara juga akan dicermati dengan sama,” ucap Sri.

AS misalnya, komitmennya terhadap perubahan iklim. Eropa, khususnya yang sedang mengalami ketegangan geopolitik yang berimbas pada akses energi yang terbatas menjadi kondisi yang sangat menantang bagi mereka karena perang Rusia-Ukraina, sehingga komitmen mereka terhadap perubahan iklim, khususnya reduksi karbon juga akan dicermati.

“Jadi, semua negara akan dicermati. Untuk Indonesia, karena kita sudah berkomitmen mereduksi emisi karbon melalui Nationally Determined Contribution (NDC), maka kredibilitas dan reputasi negara kita atas komitmen ini harus terus dibangun dan dijaga,” ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga: Awasi Efek Berganda Pajak Karbon, Bisa Gerus Daya Beli

Mantan Direktur Bank Dunia itu juga mengatakan, dalam mencapai komitmen ini, Indonesia tidak bersikap patuh untuk memuaskan pihak-pihak lain, tetapi karena Indonesia menyadari perubahan iklim adalah ancaman yang serius bagi rakyatnya sendiri. Perubahan iklim ini juga menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi populasi Indonesia.

“Jadi pada akhirnya ini juga untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Indonesia. Untuk mencapai NDC, akan butuh financing, dan itu bukanlah nominal finance yang kecil dan trivial, estimasinya jika kita ingin mengurangi emisi karbon sebesar 29%, kontribusi dari sektor energi dan perusahaan listrik adalah sebanyak 314 juta ton reduksi karbon. Ini adalah yang terbesar kedua setelah kehutanan,” paparnya.

Dia mengatakan, jika ingin di-scale up lagi ke reduksi sebesar 41%, maka sektor energi perlu menurunkan emisi karbon sebesar 446 juta ton. “Nominal ini, sangat sangatlah besar,” pungkasnya.

(akr)

Artikel ini bersumber dari ekbis.sindonews.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News