Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero).

Setahun yang lalu, tepatnya tanggal 9 Agustus 2021 dilakukan alih kelola Wilayah Kerja (WK) Rokan, Riau, yang merupakan blok penghasil minyak terbesar di Indonesia dari tangan PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI) kepada PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Chevron melalui pergantian nama perusahaan mulai dari Standard Oil Company of California, Caltex, hingga CPI telah mengelola WK Rokan sejak 1924. Adapun kontrak CPI di WK Rokan berakhir pada 8 Agustus 2021, yang selanjutnya melalui SKK Migas dialih kelolakan kepada PHR.

Bagi PHR, jelas ini tantangan yang tidak ringan. Di satu sisi, tugas ini akan dihadapkan pada kondisi penurunan produksi sumur-sumur tua, dan di sisi lain ditantang untuk terus meningkatkan produksi guna meningkatkan kontribusi terhadap pasokan minyak nasional.

Tanggal 8 Agustus 2022, tepat setahun pengelolaan WK Rokan di tangan PHR, sejumlah tantangan dan keraguan tersebut berhasil dijawab PHR yang merupakan anak perusahaan dari Pertamina Hulu Energi (Subholding Upstream Pertamina). Melalui rencana kerja dan eksekusi yang masif dan agresif, dalam setahun pengelolaan PHR berhasil meningkatkan produksi minyak dari rata-rata sebelum alih kelola sebesar 158,7 ribu BOPD (barel minyak per hari) menjadi sekitar 161 ribu BOPD. Keberhasilan ini merupakan prestasi gemilang dari PHR yang dalam waktu singkat berhasil menyiapkan manajemen pengelolaan yang solid dan lincah untuk menjawab berbagai tantangan.

“Alih kelola WK Rokan memiliki kompleksitas tinggi dan skala terbesar di regional Asia Tenggara. Berkat tenaga dan pikiran putra-putri terbaik bangsa, proses alih kelola dan transisi berjalan sangat baik dan menjadi kebanggaan kita semua,” ungkap Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam acara peringatan Satu Tahun Alih Kelola WK Rokan di Duri, Bengkalis, pada 8 Agustus 2022 yang lalu. Dirut Pertamina hadir di tengah-tengah para pekerja WK Rokan bersama Dirut Pertamina Hulu Energi (PHE) Budiman Parhusip. Wilayah operasional WK Rokan tersebar di tujuh kabupaten/kota di Riau.

Dengan jumlah produksi sebesar 161 ribu BOPD, angka ini berkontribusi sebesar 30% dari total produksi Subholding Upstream atau menyumbang sebesar 26% terhadap total produksi minyak nasional. Dikaitkan dengan penerimaan negara, PHR telah menyumbang sekitar Rp 30 triliun melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak. Dan yang tak kalah menggembirakan, lanjut Nicke, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dari WK Rokan mencapai sekitar 60% sehingga ikut menggerakkan perekonomian lokal. Sebagai gambaran, sekitar 70% dari 2.800 pekerja WK Rokan dan 80% dari 22.000 tenaga outsourching diambil dari pekerja lokal.

Keberhasilan tersebut menjadikan PHR role model bagi manajemen alih kelola sumur-sumur minyak tua di Indonesia. Dalam manajemen pengeboran, PHR juga berhasil menerapkan teknologi baru dan program digitalisasi. “Digitalisasi pengeboran yang kini dikembangkan PHR selanjutnya akan diterapkan di seluruh Pertamina Group,” tambah Nicke. Menurut Nicke, WK Rokan juga akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 25 Mega Watt. “Ini angka yang sangat besar, yang akan menjadi bagian dari strategi Pertamina ke depan dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil,” jelas Nicke.

Satu Sumur Tiap Hari

Jaffee A. Suardin, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan.

Keberhasilan transformasi WK Rokan tak lepas dari tangan dingin kepemimpinan Jaffee A Suardin selaku Direktur Utama PHR. Pria dengan panggilan akrab Pak Buyung ini berhasil menggrakkan seluruh Perwira (sebutan para pekerja WK Rokan) untuk terus menambah sumur-sumur baru. Pengeboran sumur ini merupakan pekerjaan yang tidak hanya menuntut ketangguhan fisik tetapi juga kecermatan serta kedisiplinan tinggi dari seluruh anggota tim. Di tengah pekerjaan yang menantang ini, dalam setahun pengelolaan PHR berhasil menambah 370 sumur baru. Bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di tangan CPI yang hanya melakukan 105 pengeboran dalam setahun. “Targetnya adalah ada penambahan pengeboran 1 sumur baru setiap hari,” jelas Jaffee dengan sangat bersemangat.

Untuk kegiatan itu, PHR terus menambah jumlah Rig pengeboran (bangunan dengan perangkat peralatan untuk melakukan pengeboran) dari sebelum alih kelola sebanyak 9 Rig menjadi 21 Rig pada saat ini dan akan mengoperasikan 25 Rig pada akhir 2022. Sementara itu pada periode yang sama jumlah pengoperasian Rig WOWS mengalami peningkatan dari 25 Rig pada saat alih kelola menjadi 32 Rig pada saat ini dan akan meningkat menjadi 52 Rig pada akhir 2022.

Apresiasi dari Kepala SKK Migas

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto yang hadir di ruang digital PHR dalam acara inagurasi Digital & Innovation Center di WK Rokan yang bertepatan dengan peringatan 1 tahun pengelolaan WK Rokan, memberikan apresiasi terhadap keberhasilan transformasi ini.

“PHR ini luar biasa dari kegiatan yang awalnya tidak ada pengeboran kini terjadi loncatan besar. PHR boleh dikatakan miniaturnya Indonesia. Dari sekitar 800 sumur minyak di Indonesia, sekitar 500 sumur ada di PHR,” jelas Dwi. Menurut Dwi, keberhasilan ini menjadikan kontribusi Pertamina terhadap jumlah produksi minyak nasional mencapai 65-67%. “Ketika saya masuk (saat mulai memimpin Pertamina—Red), pasokan Pertamina baru sekitar 24%,” ujar Dirut Pertamina periode 28 November 2014 – 3 Februari 2017 itu.

Penyerahan draft Rencana Pengembangan dari Dirut PHR kepada Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.

Dwi juga mengapresiasi PHR yang akan menerapkan metode Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR), yakni sebuah metode untuk melepaskan sisa-sisa minyak yang terperangkap dalam pori-pori batuan di reservoir dengan injeksi bahan kimia. “Pekerjaan ini sangat menantang karena banyak yang meragukan EOR bisa berjalan di Indonesia,” ujar Dwi.

Bagi PHR, tampaknya sudah siap menjawab tantangan tersebut. Pada kesempatan itu sekaligus dilakukan penyerahan draft rencana pengembangan (plan of development/ POD) proyek Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) Tahap 1 di Lapangan Minas Wilayah Kerja (WK) Rokan, Riau. Draft diserahkan oleh Dirut PHR Jaffee A. Suardin yang didampingi Dirut Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Budiman Parhusip serta disaksikan jajaran manajemen PHR kepada Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.

Menurut Jaffee, pengembangan CEOR merupakan bagian dari Komitmen Kerja Pasti, atau KKP, PHR kepada pemerintah untuk peningkatan cadangan dan/atau produksi dalam periode lima tahun pertama sejak alih kelola WK Rokan pada 9 Agustus 2021. “PHR berencana menjalankan CEOR Tahap 1 melalui injeksi perdana surfaktan di Lapangan Minas sekitar akhir 2025 guna memenuhi tata waktu sesuai KKP,” jelas Jaffee.

Rencana pelaksanaan Tahap 1 tersebut mencakup 37 sumur termasuk sumur produksi, injector, observasi, dan disposal dengan menerapkan konfigurasi sumur berpola 7 spot inverted irregular. Surfaktan dialirkan ke dalam sumur minyak untuk melepaskan sisa-sisa minyak yang terperangkap dalam pori-pori batuan di reservoir. Surfaktan bekerja menurunkan tegangan antar muka antara minyak bumi dengan air sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak bumi. ***

Sujatmaka

www.swa.co.id


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News