customer.co.id – Rupiah kembali terguncang menghadapi dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (27/9/2022). Mata uang Garuda anjlok ke level Rp 15.140 /US$ pada pukul 02.23 WIB, setelah sebelumnya menyentuh Rp 15.169/US$, mengutip data Refinitiv.

Pada Senin (26/9), indeks dolar AS yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang lainnya kembali menyentuh rekor tertinggi sejak dua dekade ke posisi 114,58. Meskipun, pada pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS terkoreksi 0,37% ke posisi 113,68, tapi tetap berada di dekat rekor tertingginya.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan penguatan dolar AS masih cukup signifikan, bahkan mata uang negara maju, seperti euro dan poundsterling ikut melemah. Dalam kondisi ini, dia menilai intervensi BI untuk meredam pelemahan rupiah tidak tepat sasaran.

“Upaya intervensi terus dilakukan. BI akan selalu ada di pasar, tapi melihat kondisinya dolar terus menguat. Kemudian, euro dilanjut melemah, jadi memang saya pikir kalau pun BI melakukan intervensi dampaknnya tidak produktif karena dolarnya menguat secara global,” kata Josua, Selasa (27/9/2022).

Artinya, lanjut Josua, bukan berarti BI tidak melakukan intervensi. BI tetap berada di pasar, tetapi ada pertimbangan dan penilaian tertentu.

“BI tetap melakukan triple intervention lalu juga saat ini melakukan operation twist dengan menjual SBN jangka pendek, itu kelihatan di market tenor-tenor panjang yang membuat kurva imbal hasil kita pun cenderung flat atau tightening,” paparnya.

Operation twist ini akan menarik investor asing masuk ke dalam negeri sehingga menambah pasokan dolar dan pada akhirnya memperkuat nilai tukar.

Di sisi lain, Josua mengungkapkan pelemahan rupiah juga disebabkan pernyataan The Fed yang masih hawkish sehingga yield surat utang AS naik lagi ke 3,9%.

“US Treasury (UST) juga sudah mendekati 4%. Jadi artinya dengan penguatan dolar ini sudah tidak terhindarkan lagi,” ungkap Josua.

Lebih lanjut, Josua melihat pelemahan rupiah masih relatif terbatas. Namun, potensi penguatan masih tetap ada hingga akhir tahun ini karena investor global belakangan ini melihat the Fed tetap hawkish.

Ke depannya, dia melihat adanya potensi penurunan inflasi AS pada akhir tahun dan kondisi ini akan melunakkan sentimen investor terhadap kebijakan the Fed.

“Sehingga pelemahan atau penguatan saat ini tidak akan bersifat berkelanjutan atau lama, kita lihat saja nanti ke depan apakah tanda-tanda dari inflasi AS mulai melandai sehingga ada ekspetasi tone down,” ungkap Josua.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News