customer.co.id – Jakarta Pernikahan dimulai dengan dua orang yang saling mencintai, namun itu bisa berakhir jika ada orang ketiga yang hadir dalam rumah tangga. Selingkuh merupakan masalah yang tidak asing lagi bagi banyak orang. Selingkuh dalam pernikahan memang sebuah masalah yang tak akan pernah lekang oleh waktu.

Dalam hal perselingkuhan, banyak orang menganggap bahwa pria yang selingkuh biasanya meninggalkan istrinya demi perempuan yang lebih seksi atau cantik. Sedangkan bagi perempuan, biasanya akan meninggalkan suaminya demi pria yang lebih mapan. Padahal, hal tersebut bukanlah alasan utama seseorang melakukan perselingkuhan.

Perselingkuhan yang dilakukan oleh seseorang ternyata bisa berkaitan dengan kondisi otaknya. Pasalnya, perselingkuhan, kesehatan otak, dan kondisi mental seseorang memiliki hubungan yang saling bekresinambungan. Coach Pris selaku CEO Stress Management Indonesia mengatakan bahwa kondisi mental seseorang, termasuk selingkuh, memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan otaknya.

Oleh karena itu, Berikut merupakan penjelasan dari Stress Management Indonesia terkait alasan mengapa seseorang berselingkuh menurut neuroscience:

1. Kecanduan euforia cinta

Pengalaman indah yang dirasakan ketika sedang jatuh cinta dan tergila-gila dengan seseorang tidak akan bertahan selamanya. Ahli saraf menemukan bahwa rasa cinta yang menggebu-gebu yang dirasakan oleh seseorang akan berubah menjadi komitmen yang lebih dalam atau keputusan untuk berpisah dan melepaskan diri setelah 6 bulan hingga 2 tahun.

Banyak terapis pasangan mengatakan bahwa perselingkuhan terjadi karena orang cenderung salah mengira kurangnya intensitas dan euforia sebagai tanda bahwa mereka telah putus cinta. Kurangnya euforia ini dapat mendorong seseorang untuk pergi mencari pasangan lain karena ingin mencoba menciptakan kembali intensitas cinta yang tinggi. Bagi sebagian orang, kebutuhan untuk merasakan aliran cinta baru membuat mereka terus mencari hubungan di luar pernikahan.

2. Kehilangan sirkuit kontrol diri

Sirkuit kontrol diri adalah sistem penyeimbang antara bagian otak limbik yang memotivasi untuk mencari aktivitas yang menyenangkan dan bagian otak korteks prefrontal (PFC) yang membuat seseorang berpikir dua kali sebelum terlibat dalam perilaku berisiko, seperti perselingkuhan. Ketika sirkuit kontrol diri seimbang, maka kontrol impuls akan mampu menghentikan perselingkuhan.

Namun, ketika aktivitas PFC rendah, maka terjadilah ketidakseimbangan yang menyebabkan seseorang menyerah pada keinginan impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya. Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa orang dengan aktivitas rendah di PFC memiliki kemungkinan lebih besar untuk bercerai. Stress Management Indonesia memiliki program yaitu Brain Health Assessment yang dapat membantu penggunanya untuk mengetahui kondisi sirkuit kontrol diri pada otak.

3. Faktor Testosteron

Sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa pria dengan kadar testosteron yang tinggi akan lebih mungkin untuk melakukan perselingkuhan ketimbang pria dengan kadar testosteron yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan testosteron terlibat dengan suasana hati, motivasi, dan seksualitas seorang pria. Tingkat testosteron yang tinggi juga dikaitkan dengan tingkat empati yang lebih rendah dan hawa nafsu yang lebih tinggi. Hal ini tentunya merupakan sebuah poin yang bisa menjadi resep untuk berselingkuh.

4. Perbedaan otak orang yang tidak setia

Studi pecitraan otak menemukan bahwa otak seseorang yang setia berbeda dengan orang yang tidak setia atau selingkuh. Aktivasi otak orang setia dan orang yang tidak setia akan berbeda ketika melihat suatu gambar romantis seperti sedang berpegangan tangan atau menatap mata satu sama lain.

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang setia akan menunjukkan lebih banyak aktivitas saraf terkait hadiah saat melihat gambar romantis tersebut dibandingkan dengan orang yang tidak setia.

Lebih lanjut, Coach Pris selaku CEO Stress Management Indonesia mengatakan bahwa pasangan sebaiknya saling mengenal kondisi satu sama lain sebelum menikah untuk mencegah terjadinya perselingkuhan dalam rumah tangga. Karena pasangan yang sehat akan membentuk anak yang sehat yang kemudian mempengaruhi lingkungan sekitar menjadi lebih sehat juga.

Untuk mengetahui dan memperbaiki kondisi kesehatan otak, situs Stress Management Indonesia menawarkan program seperti Brain Health Assessment, serta program-program lainnya.

*Penulis: Frida Anggi Pratasya.

#Women for Women

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News