customer.co.id – Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi atasan yang buruk, apalagi bekerja untuk atasan yang buruk.

Seorang pakar dari Harvard Business School dan mantan CEO perusahaan teknologi medis Medtronic, Bill George menghabiskan waktu hampir 20 tahun mempelajari kegagalan kepemimpinan di tempat kerja.

Menurut dia, para atasan pasti akan memiliki karir yang hancur ketika mereka kehilangan keyakinan, nilai, dan tujuan yang dipegang teguh sebagai pemimpin.

Apalagi, sifat-sifat itu dapat membantu membimbing seorang pemimpin untuk membuat keputusan yang baik dan tentu saja memimpin secara efektif.

“Sifat-sifat itu yang membuat kita otentik dan orang-orang secara alami ingin mengikuti pemimpin yang otentik,” kata dia.

George juga mencatat, kehilangan pandangan terhadap nilai-nilai tidak ada hubungannya dengan seberapa pintar kita.

Hal ini terjadi ketika kita terganggu oleh motivasi ekstrinsik seperti uang, ketenaran, dan kekuasaan yang semuanya akan mengorbankan kompas moral.

Bermacam model bos yang buruk

George dan rekannya kemudian mencoba mengidentifikasi lima model atasan yang mungkin telah kehilangan nilai-nilai penting sebagai pemimpin.

Kondisi itu lantas menjadikan yang bersangkutan sebagai atasan yang buruk dan toksik.

Nah, untuk mengetahuinya lebih lanjut, simak ciri-cirinya sebagai berikut, sebagaimana dilansir laman CNBC.

1. Imposter

“Para imposter biasanya berjuang tanpa henti untuk mencapai posisi puncak di sebuah organisasi atau perusahaan dengan pesona maupun ide-ide yang menarik,” kata George.

Tetapi begitu sampai ke puncak, mereka tidak tahu bagaimana cara memimpin secara efektif karena mereka tidak memiliki rasa kesadaran diri.

Ciri atasan seperti ini tidak memiliki gambaran yang akurat tentang karakter, tindakan, atau perasaan mereka sendiri, sehingga mereka harus berjuang untuk mengenali bagaimana orang lain melihat mereka.

Padahal, kesadaran diri dapat membantu para atasan memahami apa yang benar dan salah dalam kepemimpinan mereka.

Ini juga menunjukkan kepada mereka bagaimana tindakan mereka dapat membantu atau menyakiti karyawan , dan apa yang dapat mereka tingkatkan untuk memimpin dengan lebih efektif.

2. Terlalu rasionalis

George mengungkapkan, para rasionalis selalu ingin terlihat seperti mereka selalu berada di puncak dari semua yang mereka lakukan.

Mereka juga suka menyangkal dan tidak pernah mau mengakui atau belajar dari kesalahan, alih-alih merasionalisasi kesalahan mereka dengan menyalahkan orang lain.

Contoh yang sering digunakan George adalah Rajat Gupta, mantan mitra pengelola perusahaan konsultan global McKinsey.

George bahkan mengenal Gupta secara pribadi karena mereka pernah menjabat bersama di tiga dewan direksi, termasuk Goldman Sachs pada tahun 2008.

Pada tahun 2012, Gupta dijatuhi hukuman dua tahun penjara setelah berbagi informasi dengan orang dalam tentang investasi 5 miliar dollar AS (Rp 74 triliun) yang dilakukan Warren Buffett di Goldman kepada Raj Rajaratnam.

Raj Rajaratnam adalah pendiri firma manajemen hedge fund Galleon Group.

Rajaratnam kemudian menggunakan informasi itu untuk melakukan perdagangan orang dalam yang menghasilkan keuntungan haram sebesar 90 juta dollar AS (Rp 1,3 triliun).

“Gupta sejak itu mempertahankan ketidakbersalahannya dan justru menyalahkan Rajaratnam karena menjadikannya korban dalam skandal itu,” ungkap George.

“Sikap tersebut telah melukai kemampuan Gupta untuk memimpin secara efektif sejak keluar dari penjara. Ini adalah bukti bahwa dia tidak bisa, atau tidak mau, belajar dari kesalahannya,” tambah dia.

3. Pencari kesuksesan semata

Orang-orang yang hanya mencari kesuksesan atau kejayaan semata hanya mendefinisikan nilai berdasarkan jumlah uang yang mereka hasilkan dan berapa banyak gelar terkemuka yang bisa dikumpulkan.

Mereka memprioritaskan ketenaran dan kekayaan pribadi daripada membangun organisasi dengan nilai yang langgeng, serta tidak pernah benar-benar puas dengan apa yang mereka miliki.

George menunjuk Greg Lindberg, pendiri perusahaan ekuitas swasta Global Growth, yang memulai dengan strategi yang sukses untuk mengakuisisi bisnis yang rusak dan menumbuhkan pendapatan mereka.

“Pada akhirnya, itu tidak cukup baik baginya. Jadi, dia mulai mengakuisisi bisnis asuransi dengan tujuan meminjamkan aset mereka ke bisnis lain yang dimilikinya, sebuah proses yang dibatasi oleh undang-undang di berbagai negara bagian,” sebut George.

Sayangnya, pada tahun 2020, Lindberg dijatuhi hukuman lebih dari tujuh tahun penjara karena penyuapan dan konspirasi untuk melakukan penipuan setelah mencoba menyuap komisaris asuransi North Carolina untuk membengkokkan undang-undang tersebut demi kepentingannya.

4. Penyendiri

Penyendiri tidak selalu sama dengan introvert.

Menurut George, para penyendiri berpikir bahwa mereka bisa melakukan semuanya tanpa orang lain dan sering kali memilih untuk menolak umpan balik atau saran yang mereka terima dari karyawan hingga mentor.

“Akibatnya, mereka rentan terhadap kesalahan dan membuat organisasi mereka gagal,” kata George.

5. Shooting star

Ciri atasan shooting star biasanya akan fokus sepenuhnya untuk maju.

“Mereka sering melompat ke posisi pekerjaan, organisasi, atau tujuan berikutnya tanpa meluangkan waktu untuk belajar dari kesalahan mereka,” tutur George.

Dia juga mengatakan, strategi ini membantu mereka naik dengan cepat, tetapi mereka tidak layak untuk memimpin, yang pada akhirnya jatuh dan terbakar dengan cepat.

Salah satu contohnya adalah pendiri Uber, Travis Kalanick, yang bisa naik dan turun dengan cepat.

Kalanick berfokus untuk terus maju, yang berarti memprioritaskan pertumbuhan dan keuntungan aplikasi online-nya tersebut.

Pada awalnya itu membawa kesuksesan yang cepat. Hal ini juga memungkinkan kejatuhannya yang menakjubkan hanya delapan tahun setelah dia mendirikan perusahaan itu.

Pada tahun 2017, Uber dilanda kontroversi atas budaya tempat kerja toksik yang dia kembangkan, keluhan pelecehan seksual, serta regulator yang mengklaim bahwa Uber melanggar undang-undang transportasi.

Di tahun yang sama, Kalanick pun akhirnya mengundurkan diri di bawah tuntutan dari lima investor utama Uber.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News