customer.co.id – Gaya Hidup – Nikah beda agama di beberapa negara memang diperbolehkan atau dilegalkan. Namun, lain halnya dengan Indonesia yang memiliki ragam keyakinan dan budaya, pernikahan beda agama cenderung sulit karena setiap kepercayaan mempunyai ketentuan pernikahan berbeda.

Beberapa artis tanah air yang memiliki kepercayaan berbeda dengan pasangannya diketahui menikah di luar negeri karena aturannya yang tidak ketat. Seperti misalnya Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata di Nepal, Rio Febrian dan istrinya, Sabria Kono di Bangkok dan beberapa artis lainnya.

Aturan yang ketat dan sulit ini yang pada akhirnya membuat banyak pasangan beda agama menyerah meski mungkin hubungannya sudah berlangsung lama. Tembok yang membentengi diri mereka sangat tinggi.

Lantas memang, seperti apa sih hukum pernikahan beda agama di Indonesia ini?

Hukum Nikah Beda Agama dalam Islam

Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia dan untuk persoalan nikah beda agama, Islam juga sudah mengaturnya. Hal ini tertuang dalam setiap firman Allah SWT yang ada di surat-surat dalam Al-Quran. Berikut ini aturan hukumnya.

1. Surat Al- Baqarah ayat 221

Dalam Quran sudat Al-Baqarah ayat 221 Allah SWT melarang pernikahan beda agama dan menutup peluang untuk membuatnya sah. Adapun arti dari isi ayat ini adalah sebagai berikut:

“Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran” (Q.S Al-Baqarah:221).

Terlihat, Allah SWT secara tegas melarang bagi seorang laki laki menikahi wanita musyrik atau berbeda agama dari lelaki tersebut. Maka, itu juga berlaku untuk sebaliknya.

2. Surat Al-Mumtahanah ayat 10

Aturan lain yang memperkuat larangan Allah SWT atas menikah beda agama adalah isi surat Al-Mumtahanah ayat 10. Arti dari ayat ini juga menjelaskan jika tiada halal dari mereka para kaum kafir. Yang mana, kafir tersebut mengacu pada pernikahan yang dilakukan dengan pasangan di luar dari agama islam.

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. (Q.S Al-Mumtahanah:10).

3. Menurut Pendapat MUI

Salah satu instansi tertinggi yang memiliki wewenang memberikan keputusan terkait peraturan dalam islam, Majelis Ulama Indonesia telah sepakat untuk menyatakan jika hukum menikah beda agama yang dilakukan dalam agama islam dapat dikatakan tidak sah menurut agama dan dikatakan sebagai pernikahan yang haram untuk dilakukan.

Hukum Menikah Beda Agama Dalam Undang Undang

Jika hukum agama Islam tidak diperbolehkan dan tidak sah, bagaimana dengan hukum Undang-undang di Indonesia? Berikut sejumlah aturan dan undang undang yang secara langsung mengatur segala bentuk pernikahan beda agama.

1. UU Tahun 1974 nomor 1

Dalam UU Tahun 1974 Nomor 1, aturan nikah beda agama bisa dilihat dalam isi Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwasannya: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa pernikahan akan sah jika dilakukan sesuai hukum setiap keyakinan dan kepercayaan pasangan yang menikah. Jadi, bisa dikatakan bahwa menikah dengan keyakinan tidak sama boleh saja, asalkan sesuai hukum agama yang dianut.

2. Inpres Tahun 1990 Nomor 1

Dalam aturan lain yaitu undang undang inpres, hukum menikah beda agama tidak diperbolehkan.

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013

Undang undang yang satu ini memang secara khusus mengatur mengenai administrasi perkawinan. Yang mana di dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pernikahan beda agama diperbolehkan secara administrasi dengan beberapa catatan yaitu: mengikuti UU Perkawinan, dinyatakan sah secara agama, dan telah terdaftar di Kementerian Urusan Agama (KUA).

Menikah Beda Agama Tidak Bisa Dicatat KUA

Dalam penjelasan aturan nikah beda agama menurut UU yang terakhir disebutkan salah satu syaratnya adalah terdaftar di KUA. Sayangnya, itu adalah hal yang tidak mudah.

Melansir dari laman Viva, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, pernikahan beda agama tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Wamenag menyebut regulasi pernikahan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 1 UU itu dijelaskan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

Potensi Masalah Jika Menikah Beda Agama

Selain hukum agama dan juga aturan Undang-undang, penting juga untuk setiap pasangan beda agama mempertimbangkan berbagai masalah yang bisa timbul jika tetap memilih nikah beda agama di Indonesia, di antaranya:

1. Pencatatan perkawinan

Masalah yang pertama dan paling penting jelas adalah soal pencatatan perkawinan. Jika pernikahan dilakukan oleh seorang bergama Islam dan Kristen, maka akan timbul masalah mengenai pencatatan perkawinan. Apakah itu akan diurus di KUA atau di Kantor Catatan Sipil, mengingat ketentuan pencatatan perkawinan untuk agama Islam dan di luar agama Islam berbeda.

Kalaupun seandainya pencatatan perkawinan beda agama dilakukan di Kantor Catatan Sipil, maka akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah perkawinan memenuhi ketentuan dalam pasal 2 UUP tentang syarat sahnya suatu perkawinan. Jika pegawai pencatat perkawinan menilai perkawinan tersebut ada larangan menurut UUP, dia berhak menolak untuk melakukan pencatatan perkawinan.

2. Status anak dalam hukum perkawinan beda agama

Kalau pencatatan perkawinan beda agama ditolak, maka akan berimbas pada status anak yang terlahir dalam perkawinan tersebut. Di mana, menurut pasal 42 UUP, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Oleh sebab itu, jika tidak ada pencatatan perkawinan, maka menurut hukum, anak tersebut bukanlah anak yang sah dan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya atau keluarga ibunya, sebagaimana tertuang dalam pasal 2 ayat (2) jo. pasal 43 ayat (1) UUP.

Itulah dia penjelasan informasi mengenai nikah beda agama. Bagaimana, sudah jelas kan?

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News