customer.co.id – Setelah jatuhnya Uni Soviet, Moskwa melakukan segala cara untuk mempertahankan statusnya sebagai negara adidaya — termasuk sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Ketika menjadi jelas bahwa Rusia tidak dapat mengeklaim dirinya sebagai adidaya, negara itu mencoba mendefinisikan kebesarannya dalam sektor militer.

Selama beberapa dekade, militer Rusia telah disebut-sebut sebagai salah satu yang terkuat di dunia. Presiden Vladimir Putin secara teratur menampilkan militer Rusia kepada dunia dengan parade dan latihan militer yang dikoreografikan dengan sempurna.

Terakhir kali dia berharap, pada parade militer besar di Moskwa 9 Mei 2022, dia bisa mengumumkan perebutan Kyiv dan kemenangan atas Ukraina.

Ternyata hal itu tidak terwujud. Belakangan pasukan Rusia malah dipukul mundur, membuat Putin makin sering mengancam penggunaan senjata nuklir.

Kekuatan sebuah pasukan, bagaimanapun, tidak dapat hanya ditunjukkan dengan parade-parade di Lapangan Merah, tetapi justru lewat penampilan di medan perang. Persis seperti ditunjukkan pasukan Ukraina, yang jauh lebih kecil daripada Rusia dan beberapa tahun lalu bahkan belum ada. Seberapa besar sebenarnya kekuatan militer Rusia?

Kekuatan di atas kertas berbeda dengan di medan tempur

Di atas kertas, angkatan bersenjata Rusia mengeklaim memiliki 1 juta tentara, menurut Margarete Klein dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan Stiftung Wissenschaft und Politik (SWP) di Berlin. Namun, sebenarnya militer Rusia jauh lebih kecil, katanya kepada DW.

Sejumlah besar unit Rusia yang siap dikerahkan telah dikerahkan di Ukraina, kata Margarete Klein.

“Mereka telah menderita kerugian besar dalam hal tentara yang tewas atau terluka.” Jumlah pasti korban sulit ditentukan, tetapi intelijen Amerika Serikat yakin Rusia telah menderita setidaknya puluhan ribu orang tewas dan terluka.

Gagasan bahwa Rusia memiliki cadangan tentara tak terbatas yang dapat dikerahkan jauh dari kenyataan, kata George Barros dari Institute for the Study of War, sebuah think tank AS.

Dia menambahkan, jalannya perang di Ukraina sejauh ini membuktikan bahwa dunia telah lama melebih-lebihkan kekuatan militer Rusia. Mobilisasi militer parsial yang dicanangkan Putin baru-baru ini hanya untuk mempertahankan garis depan saat ini, setelah menderita kerugian besar.

Dikirim ke garis depan tanpa pelatihan atau peralatan

Kekuatan militer Rusia saat ini didominasi kelompok orang yang sedang atau baru saja direkrut. “Ada laki-laki di sana yang berusia di atas 50 tahun dan memiliki masalah kesehatan,” kata George Barros. Pengamatan ini didukung oleh banyak cerita dan video yang diunggah ke media sosial.

Pasukan cadangan sebenarnya perlu latihan dan perlengkapan memadai sebelum mereka dikerahkan untuk berperang, George Barros menjelaskan.

Namun, banyak rekrutan baru yang sekarang hanya menerima pelatihan satu atau dua bulan, yang jauh dari cukup. Yang lain bahkan dikirim ke garis depan tanpa pelatihan atau peralatan apa pun, katanya, seraya menambahkan bahwa satu-satunya hal yang mungkin dicapai oleh kondisi ini adalah bertambahnya jumlah korban.

Lagi pula, tidak jelas berapa banyak senjata yang tersimpan di gudang-gudang senjata, karena sebagian telah dijual karena korupsi. Tidak jelas juga apakah persenjataan yang ada masih berfungsi dengan baik. Industri senjata Rusia tidak punya mikrocip buatan sendiri yang diperlukan untuk senjata presisi tinggi, kata Margarete Klein.

Satu-satunya keuntungan yang benar-benar dimiliki Rusia adalah populasi yang besar yang tersedia untuk dipaksa mengikuti wajib militer. Namun, untuk sukses di medan tempur pasukan juga membutuhkan senjata modern, selain pelatihan yang baik, kepemimpinan, motivasi, dan perencanaan logistik.

“Menempatkan lebih banyak orang di garis depan saja tidak akan menyelesaikan masalah,” kata pakar pertahanan George Barros. Begitu juga mengandalkan tentara bayaran yang terlatih dan dilengkapi dengan baik belum tentu membawa dampak yang diinginkan, tambahnya.

Gertakan dan ancaman senjata nuklir

Belakangan Vladimir Putin makin sering mengancam akan menggunakan senjata nuklir. “Ancaman ini bukan hal baru,” kata Margarete Klein. Tapi tujuannya, menurut dia, adalah untuk melemahkan dukungan Barat ke Ukraina.

Secara militer, penggunaan senjata nuklir tidak akan menghasilkan apa-apa. Mereka bisa bermanfaat secara politis, tetapi pengerahan senjata nuklir ke Ukraina hanya akan membuat Rusia kehilangan dukungan dari sekutu utamanya, China dan India. Karena kedua adidaya atom itu tidak mau terseret ke dalam konflik yang disulut oleh Putin.

Ted Galen Carpenter dari Cato Institute di Washington mengatakan, “Jika Putin dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan senjata nuklir atau harus mempertanggungjawabkan kejahatannya di pengadilan internasional, dia akan memilih senjata nuklir.”

Ted Galen Carpenter mengatakan, Putin sebenarnya masih ingin mengakhiri konflik dengan cepat, jika Ukraina dan Barat menunjukkan kesediaan untuk bernegosiasi, Rusia mungkin akan duduk di meja perundingan.

Di sisi lain, Margerete Klein, George Barros, dan banyak pengamat lain sepakat, perang hanya akan benar-benar berakhir jika Barat meninggalkan Ukraina, atau Putin menderita kekalahan total.

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News