customer.co.id – Krisis energi membayangi Jerman setelah Rusia menangguhkan pengiriman gas melalui pipa Nord Stream 1.

Nord Stream 1 merupakan salah satu jalur distribusi utama gas dari Rusia ke Eropa, membentang dari Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik.

Bahkan sebelum pengiriman gas ditangguhkan, harga energi di “Benua Biru” telah melonjak usai Rusia melancarkan invasinya ke Ukraina pada Februari.

Kini, pasokan gas ke Eropa semakin menipis dan krisis energi membayangi Jerman. Kondisi tersebut berdampak pada sektor industri yang sangat bergantung pada gas.

Dengan melonjaknya harga energi dan kekhawatiran akan kekurangan pasokan, produsen kebutuhan rumah tangga merasakan akibatnya, tak terkecuali pembuat tisu toilet .

Krisis energi Jerman membuat produsen tisu toilet di tertekan. Beberapa di antaranya terpaksa menurunkan atau mengurangi produksi. Jerman terancam krisis toilet.

Salah satu produsen tisu toilet di Jerman, Essity, terpaksa menaikkan harga produknya di tengah melonjaknya biaya energi, sebagaimana dilansir , Jumat (23/9/2022).

Essity meyakini bahwa tidak ada jalan lain selain menaikkan harga produknya sekitar 18 persen karena melonjaknya harga energi.

Salah satu satu strategi Essity mengatasi lonjakan harga gas di dalam negeri adalah beralih menggunakan sumber bahan bakar lain, kata CEO Essity Magnus Groth.

Essity juga memikirkan kembali ketergantungannya pada gas alam dan telah menerima izin untuk mengadaptasi pabriknya menggunakan bahan bakar alternatif.

Sementara itu, salah satu merek tisu toilet paling terkenal di Jerman, Hakle, bahkan mengajukan kebangkrutan.

Hakle tak kuasa menghadapi melonjaknya harga energi, harga pulp yang tinggi, biaya transportasi, dan nilai tukar dollar AS yang menguat atas euro.

Saat Hakle menegosiasikan harga baru dengan mitra ritelnya untuk mengganti biaya overhead yang lebih tinggi, harga-harga kebutuhan produksi sudah naik lagi.

“Itu terlalu menekan kami dan kami kehilangan terlalu banyak uang,” kata Direktur Pelaksana Hakle Volker Jung.

“Saya tidak berpikir gelombang kebangkrutan dapat dihentikan kecuali kita membatasi (harga energi),” sambung Jung.

Para ekonom juga khawatir kondisi saat ini akan memberikan dampak yang lebih luas pada industri lain.

“Dari apa yang kami dengar, krisis ini kemungkinan akan lebih parah untuk industri manufaktur daripada Covid,” kata Carsten Rolle, kepala kebijakan energi dan iklim di asosiasi bisnis BDI.

CEO Follmann Chemie Henrik Follmann, perusahaan kimia yang memasok produsen kertas dan tisu, menuturkan bahwa denyut kehidupan industri adalah energi.

“Jika biaya energi tidak berkelanjutan, perusahaan dan orang-orang tidak dapat membelinya lagi,” kata Follmann.

“Pada tingkat harga (saat ini), itu berarti deindustrialisasi otomatis untuk Jerman,” sambung Follman.

Dia menambahkan bahwa pabrik utama perusahaannya di Minden telah berhenti berproduksi pada akhir pekan karena tidak lagi ekonomis.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri Jerman pada Juli menemukan, 16 persen dari 3.500 perusahaan yang disurvei mengurangi produksi atau menghentikan operasi.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News