Karena Bangkrut, Pembicaraan dengan IMF Sulit

Negosiasi Sri Lanka dengan Dana Moneter Internasional (IMF) lebih rumit dan sulit dibandingkan pada masa lalu karena negara itu bangkrut, kata perdana menteri negara itu Selasa (5/7).

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen bahwa diskusi baru-baru ini dengan misi kunjungan IMF membuahkan hasil tetapi tidak semudah pada masa lalu.

“Negara kita telah mengadakan pembicaraan dengan IMF dalam banyak kesempatan sebelumnya. Tapi kali ini situasinya berbeda dari semua kesempatan sebelumnya. Pada masa lalu, kami melangsungkan diskusi sebagai negara berkembang,” kata Wickremesinghe. ”Tapi sekarang situasinya berbeda. Kita sekarang berpartisipasi dalam negosiasi sebagai negara yang bangkrut. Oleh karena itu, kita menghadapi situasi yang lebih sulit dan rumit,” katanya menjelaskan peta jalan pemulihan dari krisis ekonomi terburuk yang pernah melanda Sri Lanka.

Krisis telah mengakibatkan kekurangan akut bahan-bahan pokok, termasuk makanan, bahan bakar, gas untuk memasak dan obat-obatan. Orang-orang terpaksa mengantre panjang untuk membeli persediaan yang terbatas. Pemerintah telah menutup sekolah-sekolah dan meminta karyawan-karyawan yang bekerja di sektor-sektor tidak esensial untuk bekerja dari rumah.

Wickremesinghe mengatakan sebelumnya bahwa kesepakatan awal telah diserahkan kepada dewan direksi IMF untuk disetujui. “Tetapi karena keadaan negara kita bangkrut, kita harus menyerahkan rencana keberlanjutan utang kita kepada mereka secara terpisah. Hanya setelah mereka puas dengan rencana itu, kita dapat mencapai kesepakatan pada tingkat staf. Ini bukan proses langsung,” kata Wickremesinghe. Ia mengatakan penasihat hukum keuangan Sri Lanka sedang mengerjakan laporan keberlanjutan utang yang akan diserahkan pada bulan Agustus. Diskusi sedang berlangsung dengan India, Jepang dan China untuk membentuk konsorsium bantuan setelah kesepakatan tingkat staf dengan IMF tercapai, kata Wickremesinghe.

Sri Lanka menangguhkan pembayaran utang luar negeri, sekitar $7 miliar, yang jatuh tempo tahun ini karena tingkat valuta asingnya jatuh ke rekor terendah. Total utang luar negeri negara itu adalah $51 miliar, $28 miliar di antaranya harus dilunasi pada tahun 2027, dengan pembayaran rata-rata per tahun sekitar $5 miliar

Rakyat yang frustrasi telah mengadakan protes jalanan selama berbulan-bulan dan sering bentrok di antara mereka sendiri dan dengan polisi di pom-pom bensin.

Wickremesinghe mengatakan Bank Sentral memperkirakan kontraksi ekonomi 4% hingga 5% tahun ini. IMF memperkirakan ekonomi Sri Lanka akan menyusut 6% hingga 7%.

Ekonomi Sri Lanka luar biasa terpukul akibat pandemi. Negara itu sudah lama keliru mengelola ekonominya. PDB-nya mencapai $76,2 miliar pada 2021, turun dari $94,4 miliar pada 2018 dan tidak akan pulih ke level pada 2018 hingga 2026, kata Wickremesinghe. Ia mengatakan salah satu target pemerintah adalah mencapai pertumbuhan minus 1% pada akhir tahun depan. [ab/ka]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News