customer.co.id – Mengenakan topi besar yang melindungi wajahnya dari sinar matahari di Kamerun , Jeanne (63) kini sangat menyesal menggunakan produk pemutih kulit setelah didiagnosa menderita kanker kulit.

Dia adalah salah satu dari banyak wanita di Kamerun pengguna produk kontroversial yang kini dilarang setelah memicu amarah di media sosial.

“Saya malu ketika orang melihat saya,” kata pedagang di ibu kota Yaounde tersebut, yang hanya ingin menggunakan nama depannya.

Setelah lesi tumbuh di wajahnya selama lima bulan, dia berobat ke dokter yang kemudian mendiagnosisnya dengan salah satu kanker kulit paling umum.

Dokter mengatakan, kankernya terkait dengan penggunaan produk pencerah kulit selama 40 tahun.

Jeanne, seperti jutaan orang di seluruh dunia, menggunakan produk tersebut untuk mendapatkan kulit lebih cerah sesuai standar yang didorong oleh industri kecantikan.

Menurut Cameroon Dermatology Society (Socaderm), hampir 30 persen penduduk di ibu kota perekonomian Douala dan seperempat siswi menggunakan produk tersebut pada 2019.

Untuk beberapa orang seperti Annette, siswi berusia 20 tahun, efeknya bisa sangat keras. Dia menderita bercak merah di wajahnya, kulit mengelupas, dan luka bakar.

“Di bawah terik matahari, wajah saya menjadi panas dan saya harus berhenti,” ungkapnya dikutip dari kantor berita AFP (29/9/2022).

Produk dengan nama-nama seperti “White now” dan “Super white” banyak mengisi rak-rak toko yang dihiasi wanita berkulit putih di kemasannya.

Bahan kimia berbahaya

Kehebohan dimulai pada musim panas setelah warganet Kamerun mengkritik anggota parlemen oposisi Nourane Fotsing atas perusahaannya yang menjual produk pemutih kulit. Mereka marah karena pejabat terpilih itu mengambil untung dari mereka.

Banyak produk yang belum pernah diuji secara ilmiah dan mengandung bahan kimia berbahaya menghambat produksi melanin, zat yang diproduksi di dalam tubuh dengan paparan sinar matahari.

Salah satu bahan kimia tersebut adalah hidrokuinon, yang dilarang di Uni Eropa sejak 2001 karena risiko kanker dan mutasi genetik.

Kementerian Kesehatan Kamerun pada 19 Agustus 2022 melarang impor, produksi, dan distribusi produk kosmetik serta kebersihan pribadi yang mengandung zat berbahaya seperti hidrokuinon dan merkuri.

Hidrokuinon adalah salah satu zat yang paling banyak digunakan dalam produk pemutih di Kamerun, menurut studi tahun 2019 oleh Yaounde I University.

Gejala-gejala penderita

“Kami mendapati pasien yang mengeluhkan gejala terkait dengan depigmentasi kulit setiap hari,” kata Alain Patrice Meledie Ndjong, dokter kulit di rumah sakit Douala.

Ini adalah “masalah kesehatan masyarakat”, lanjutnya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), produk pemutih kulit umumnya digunakan di banyak negara Afrika, Asia, dan Karibia oleh wanita dan pria, juga di populasi berkulit gelap Eropa dan Amerika Utara.

Produk pemutih kulit lainnya termasuk ramuan, tablet, bahkan suntikan.

Beberapa zat ketika tertelan dapat menyebabkan diabetes, obesitas, hipertensi, atau gagal ginjal maupun hati, Ndjong memperingatkan, ada juga dampak psikologis pada individu seperti kecemasan dan depresi.

Terlepas dari cerita-cerita menakutkan tadi, pria dan wanita percaya bahwa mereka akan menjadi lebih cantik setelah menggunakan produk pemutih.

“Standar kecantikan yang dipromosikan oleh media, iklan, dan pemasaran memperkuat bias bahwa warna kulit yang lebih terang lebih diinginkan daripada warna kulit yang lebih gelap.”

Sosiolog bernama Achille Pinghane Yonta dari Universitas Yaounde sependapat dengan analisis mengapa krim pemutih tetap populer.

“Ada keinginan dalam hati nurani kita untuk ingin terlihat seperti” populasi Barat, terangnya.

“Ini adalah praktik yang sangat lama. Bahkan dikatakan, di beberapa bagian negara, mahar wanita berkulit terang lebih tinggi daripada wanita berkulit gelap.”

Pengguna produk bernama Pascaline Mbida mengaku merasakan perbedaannya.

“Saya perhatikan bahwa pria lebih tertarik pada wanita dengan kulit lebih terang dan saya mendapatkan konfirmasi ini ketika saya memutihkan kulit saya, saya tidak pernah mendapat begitu banyak perhatian sebelumnya,” ucap Mbida.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website kompas.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News