Timor Leste Sambut Keputusan Australia terkait Aksi Mata-mata dalam Negosiasi Bayu-Undan

Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta, Jumat (8/7), memberi tanggapan atas keputusan pemerintah baru Australia sehari sebelumnya yang membatalkan tuntutan terhadap seorang pengacara terkait dugaan usahanya untuk membantu Timor Leste.

Pengacara yang diketahui bernama Bernard Collaery ini diduga membantu Timor Leste membuktikan bahwa Australia telah memata-matai pemerintah negara yang saat itu masih muda dalam negosiasi minyak dan gas bernilai miliaran dolar pada tahun 2004.

Ramos-Horta mengatakan, dengan membatalkan dakwaan yang diajukan empat tahun lalu itu, Australia telah mengakhiri keretakan yang pahit antara kedua negara. “Kami telah melupakan apa yang terjadi pada masa lalu. Waktu itu Australia menyadap kantor kami, memata-matai pemerintah kami dalam negosiasi pendapatan minyak Bayu-Undan, dan batas laut,” kata Ramos-Horta kepada Australian Broadcasting Corp. “Sekarang suasana saling percaya antara kedua negara yang harus lebih diutamakan”, kata Ramos-Horta. “Kami bertekad untuk melangkah ke depan, memperluas hubungan dengan Australia, tetangga dan teman Timor-Leste yang sangat penting,” kata Ramos-Horta.

Jaksa Agung Australia Mark Dreyfus mempertahankan sikap lama pemerintah yang menolak mengkonfirmasi atau menyangkal apakah Dinas Intelijen Rahasia Australia (ASIS), badan mata-mata yang beroperasi di kedutaan besar Australia, menyadap kantor-kantor pemerintah di Ibu Kota Timor Timur, Dili.

Timor Leste telah melobi agar tuduhan itu dibatalkan.

Pemerintah Partai Buruh kiri-tengah Australia meninjau kasus Bernard Collaery sejak berkuasa untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun pada pemilihan Mei.

Pemerintah konservatif sebelumnya menyetujui dakwaan yang dijatuhkan pada 2018 terhadap Collaery dan kliennya, mantan mata-mata yang dikenal publik sebagai Saksi K, atas tuduhan bahwa mereka telah berkonspirasi untuk mengungkapkan informasi rahasia ke Timor Leste.

Koalisi konservatif sedang berkuasa pada tahun 2004 ketika penyadapan itu diduga terjadi. Penyadapan itu diduga dilakukan untuk memberi Australia keuntungan dalam negosiasi perjanjian bagi pendapatan sumber daya energi di Laut Timor yang terletak di antara kedua negara.

Timor Leste, negara miskin berpenduduk 1,5 juta orang di separuh Pulau Timor di utara Australia, merdeka dari Indonesia pada tahun 2002.

Saksi K mengaku bersalah dan dibebaskan dari pengadilan pada tahun 2021 dengan hukuman percobaan tiga bulan. Collaery mengaku tidak bersalah dan dijadwalkan untuk diadili pada bulan Oktober. Pemerintah membatalkan paspor K sebelum ia bersaksi di Pengadilan Arbitrase Tetap di Den Haag pada tahun 2014 untuk mendukung tantangan Timor Leste atas validitas perjanjian energi 2006.

Timor Leste berpendapat bahwa perjanjian itu tidak sah karena Australia tidak berunding dengan itikad baik dengan melakukan spionase.

K dan Collaery telah menyiapkan dua pernyataan tertulis untuk pemerintah Timor Leste yang mengidentifikasi K sebagai mantan anggota ASIS dan rincian fungsi ASIS, menurut persidangan itu.

Australia dan Timor Leste menyepakati perjanjian perbatasan laut baru pada 2018.

Collaery, 77, berterima kasih kepada tim pengacaranya, yang mewakilinya secara gratis, dan publik Australia yang telah menyatakan dukungan mereka untuknya. [ab/ka]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News