LPDB-KUMKM Siap Berkolaborasi untuk Hidupkan Asa Petani Sawit Melalui Koperasi

Suara.com – Sinergi program antar Kementerian dan Lembaga negara tengah digencarkan guna menghidupkan kembali asa atau semangat para petani sawit yang tengah menghadapi persoalan harga Tandan Buah Segara (TBS) di Indonesia.

Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) siap berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kolaborasi ini diharapkan menjawab persoalan yang terjadi saat ini yakni TBS sawit para petani yang tidak terserap oleh pasar, harga jual rendah, dan petani tidak memiliki kemampuan maupun teknologi pengolahan buah sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO), dan Red Palm Oil (RPO).

Direktur Utama LPDB-KUMKM, Supomo mengungkapkan, sebagai bagian dari pemerintah LPDB-KUMKM siap terlibat dan memberikan pembiayaan dana bergulir untuk pengembangan ekosistem bisnis pengolahan minyak sawit dan minyak makan merah berbasis koperasi.

Baca Juga:
Dipastikan ACT Tilap Duit Donasi Korban Kecelakaan Lion Air

Saat ini teknologi produksi untuk minyak makan merah sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Kota Medan dan tengah disusun detail engineering design (DED) sehingga teknologi tersebut bisa segera diproduksi untuk menjadi proyek pilot.

“Kami siap memberikan pendampingan sampai pembiayaan dalam kolaborasi program ini, melalui koperasi tentunya para petani bisa mendapatkan kepastian akses pasar, dan juga memberikan nilai tambah menjadi produk minyak sawit maupun minyak makan merah,” ujar Supomo dalam keterangannya.

Menurut Supomo, persoalan saat ini yaitu tidak terserapnya kelapa sawit produksi para petani akibat dari ekosistem yang tidak saling terintegrasi antara produsen kelapa sawit, pusat pengolahan kelapa sawit, hingga akses pasar produk turunan kelapa sawit.

“Dengan kolaborasi ini para petani tidak pusing lagi jual kemana produksinya mereka, kemudian koperasi sebagai offtaker dan mengolahnya menjadi CPO dan RPO, kemudian dipasarkan juga oleh koperasi,” jelas Supomo.

Selain memberikan kepastian akses pasar kepada petani, dengan intergrasi ini dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah terjadi seperti ekonomi berupa stabilitas harga maupun kepastian akses pasar dan kekurangan gizi atau stunting.

Baca Juga:
Definisi Dicintai Rakyat dan Prajurit, Tak Ingin Sosok Letkol Rahmat Trianto Dipindah ke Jakarta, Warga Datangi Kodim

“Sebab selama ini para petani menjual sawitnya kepada industri dan menghadapi persoalan fluktuasi harga jual, imbasnya kesejahteraan petani, nilai tukar petani, dan persoalan kekurangan gizi atau stunting juga akan berdampak,” kata Supomo.


Artikel ini bersumber dari www.suara.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News