JAKARTA – Mengatur penyaluran BBM subsidi menggunakan aplikasi myPertamina dianggap kurang tepat. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmi Radhi menilai penyaluran Subdisi bukan hanya bicara Jakarta atau kota lain sudah mempunyai infrastruktur telekomunikasi yang memadai, namun seluruh masyarakat Indonesia di pelosok juga berhak menerima.

“Seluruh rakyat kita belum menggunakan akses IT, sehingga saya khawatir dengan tidak adanya akses tadi, yang punya akses tadi hanya pengguna mobil dan kemudian dia bisa membeli pertalite,” kata Fahmi dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (6/8/2022).

Sehingga menurutnya penggunaan myPertamina masih perlu dievaluasi lebih panjang, untuk bagus digunakan dimasa depan. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa digitalisasi mempersempit ruang untuk manipulasi.

“Penggunaan myPertamina masih perlu di evaluasi, karena gunakan saja hal yang sangat sederhana, misalnya yang yang berhak membeli pertalite adalah sepeda motor dan angkutan umum, diluar itu harus menggunakan Pertamax,” sambung Fahmi.

Menurutnya, Fahmi perlu adanya navigasi yang tegas juga bagi para petugas SPBU mengarahkan pada konsumen untuk membeli BBM non subsidi. Atau bisa juga dibedakan dispenser di SPBU antara dispenser Subdisi dan non subsidi.


Namun hal tersebut juga punya tantangan ketika banyak perusahaan SPBU yang dimiliki oleh swasta. Seperti diketahui bahwa tidak seluruhnya dimilki oleh perusahaan negara, tapi perushaan swasta yang berorientasi pada provit. Mereka bakal menjual kepada siapapun konsumen yang butuh.

“Itu saya kira lebih sederhana, dibandingkan Mypertamina, karena itu juga bisa menimbulkan ketidaktepatan lagi dan menimbulkan ketidakadilan, misalnya Pajero itu kan 1500cc, itu boleh membeli pertalite, sementara mobil saya mobil tua dengan 2000cc, dan tidak berhak, nah itu terjadi ketidakadilan,” kata Fahmi.

Fahmi menjelaskan dalam mekanisme Subsidi itu seharusnya yang menerima adalah orangnya, bukan perbarang dengan kriteria kendraan menghitung per CC. Karena menurut Fahmi bisa saja orang kaya punya mobil dibawah 1500 cc, tapi jumlahnya lebih dari satu, sehingga pada akhirnya konsumsi juga tetap tinggi.

“Ini tidak teoritis, karena kan seharusnya by product by target, targetnya orangnya, orang kaya yang punya mobil dengan kriteria mobil berhak mendapatkan subsidi bisa berhak, ini kelemahan kriteria yang menurut saya tidak tepat sama sekali,” pungkasnya.

Artikel ini bersumber dari economy.okezone.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News