Harianjogja.com, JOGJA—Kepala SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul membantah adanya dugaan pemaksaan menggunakan jilbab yang dilakukan guru BK terhadap salah satu siswa. Peristiwa itu dinilai hanya sekadar tutorial dan tidak ada pemaksaan.

Kepala SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, Agung Istiyanto, mengatakan peristiwa sebenarnya tidak seperti kronologi yang telah disebar di publik. Sekolahnya sama sekali tidak mewajibkan siswi muslim menggunakan jilbab, karena memahami statusnya sebagai sekolah negeri. Akan tetapi ia mengakui sebagian besar siswi muslim di sekolahnya menggunakan jilbab atas kesadaran sendiri.

“Pada intinya sekolah kami tidak seperti yang ada di berita [kronologi yang telah tersebar di publik]sekolah kami tetap tidak mewajibkan yang namanya jilbab,” katanya, Senin (1/8/2022).

Dia menilai tuduhan pemaksaan menggunakan hijab itu salah. “Tuduhan itu salah, bukan seperti itu. Sekolah negeri tidak bisa mewajibkan,” katanya.

BACA JUGA: Begini Kondisi Terbaru Murid SMAN 1 Banguntapan yang Depresi karena Dipaksa Pakai Jilbab

Agung pun menerangkan duduk perkara terkait aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru BK berkaitan dengan tuduhan pemaksaan menggunakan jilbab. Menurutnya, saat itu guru BK bermaksud memberikan tutorial penggunaan jilbab dan sudah mendapatkan persetujuan dari siswi.

“Itu hanya tutorial, ketika siswinya ditanya belum pernah memakai jilbab tidak? [dijawab] oh belum. Gimana [Bagaimana] kalau tutorial, anggukan [siswanya mengangguk bersedia] jangan khawatir tentang itu [tidak apa-apa],” dia berkata.

Setelah mendapatkan persetujuan dari siswi, kemudian guru BK tersebut mengambil jilbab di ruangannya. “Terus guru BK mencari jilbab yang ada di ruangannya kan, karena biasanya ada contoh-contoh yang tidak dipakai,” ucapnya.

Setelah mengambil jilbab dari ruangannya, kata Agung, guru BK kembali bertanya kepada siswa untuk memastikan pelaksanaan tutorial menggunakan jilbab. Oleh karena itu Agung menegaskan ada komunikasi dengan siswi dan tidak ada paksaan.

“[Guru BK menyampaikan] Kalau saya contohkan mau tidak? Enggak papa [tidak apa-apa]artinya memang ada komunikasi antara guru BK dengan siswinya, dan siswinya mengangguk boleh,” katanya.

BACA JUGA: Pemaksaan Siswi Berjilbab Kerap Terjadi di DIY, Setara Institute Desak Pemda Lakukan Evaluasi Menyeluruh

Agung menegaskan peristiwa itu tidak sekasar informasi yang beredar di tengah masyarakat. “Sama sekali tidak [tidak kasar] mosok guru BK seperti itu,” ujarnya.

Ia memastikan dalam komunikasi antara guru BK dengan siswi tidak ada pernyataan verbal yang menyinggung soal orangtua tidak salat. Jika siswi tidak bersedia menggunakan jilbab pun sekolah tidak akan memaksa.

Enggak ya Tidak [tidak ada pernyataan orangtua tidak salat]. Kalau pendidikan di sekolah kan itu dia sedikit demi sedikit. Ketika siswinya tidak mau pun kami sekolah tidak mempermasalahkan,” katanya.

Ia pun mengungkap alasan penggunaan jilbab diajarkan guru BK, karena hanya bersifat tutorial. Agung sudah meminta kepada guru BK agar lebih hati-hati. “Karena ketika ditanya hanya tutorial tidak harus guru agama. Kalau untuk guru BK [sekolah sudah meminta] untuk kedepannya tidak akan seperti itu,” katanya.

Artikel ini bersumber dari jogjapolitan.harianjogja.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News