Bandung

Sepak bola Indonesia bukan hanya soal pertandingan di atas lapangan. Di luar itu, ada rivalitas antar suporter hingga menimbulkan korban jiwa.

Yang terbaru, suporter PSS Sleman Tri Fajar Firmansyah meninggal akibat bentrokan antar suporter. Fajar menjadi korban salah sasaran usai laga Persis Solo bertemu Dewa United di Stadion Moch Soebroto, Magelang.

Viking Persib Club (VPC) menilai dalam sepak bola rivalitas antar suporter merupakan hal yang wajar di seluruh dunia tapi dilakukan secara sportif.



“Rivalitas antar suporter sepakbola ini adalah hal yang umum terjadi di sepakbola manapun di seluruh dunia. Dimanapun Rivalitas ini akan selalu ada. Tetapi kita harus tahu bahwa kita ini suporter sepak bola kita bukan pembunuh,” kata Humas VPC Hendri Ibro kepada detikJabarbelum lama ini.

Sebagai salah satu kelompok suporter terbesar di Indonesia, VPC berusaha keras agar rivalitas yang terjadi antar suporter saat ini tidak lagi menimbulkan hal-hal negatif apalagi korban jiwa.

Menurut Hendri sebagai suporter sepak bola, tugas utama VPC adalah untuk mendukung dan menjaga Persib Bandung untuk bisa berprestasi dan merengkuh gelar juara.

“VPC selalu mengingatkan minimal kepada anggotanya bahwa rivalitas dalam sepak bola itu tidak bisa diartikan bagaimana caranya membunuh kelompok suporter yang lain, tidak bisa,”katanya.

“Kita ini suporter sepak bola, tugas utamanya adalah bagaimana mendukung klub kebanggaan kita. Bagaimana caranya suporter menjaga klub yang kita dukung,” lanjutnya.

Insiden yang menimpa mendiang Fajar itu mengingatkan Hendri akan apa yang terjadi di Bandung beberapa tahun ke belakang. Hendri ingat betul dulu ada saja suporter yang melakukan aksi sweeping terhadap kendaraan.

Aksi sweeping itu tidak terlepas dari rivalitas antara Viking dan suporter Persija Jakarta. Kedua kelompok suporter ini memang sering bergesekan apalagi jika Persib bertanding melawan klub asal Ibu Kota tersebut.

Namun Hendri menegaskan saat ini aksi sweeping tersebut sudah tidak lagi terjadi di Bandung.

“Kemudian untuk sweeping kendaraan pelat B yang sudah tidak ada, kita selalu mengingatkan bahkan kendaraan pelat B itu belum tentu kendaraan orang Jakarta atau suporter Persija itu nggak bisa,” tegasnya.

“Alhamdulillah kita sudah semakin dewasa masa mau balik lagi ke zaman dulu yang akhirnya merugikan klub, saudara kita, keluarga kita yang sebenarnya bobotoh karena pakai pelat B jadi korban sweeping,” ujar Hendri.

Namun ia menyayangkan upaya untuk menjaga rivalitas tetap terjadi tanpa adanya gesekan itu sering digoreng di media sosial. Menurut Hendri banyak pihak tak bertanggung jawab yang membuat rivalitas semakin tajam

“Yang penting kami selalu mengedukasi bahwa rivalitas selalu ada, hal yang umum dalam sepak bola. Namun sialnya, di media sosial rivalitas ini terus-terusan digosok, dibuat semakin tajam,” tutup Hendri.

(bba/iqk)

Artikel ini bersumber dari www.detik.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News