customer.co.id – Shopee, dengan perusahaan induk SEA Group, dan Tokopedia milik GoTo bersaing dalam pasar e-commerce Asia Tenggara.

Kedua perusahaan baru-baru ini merilis laporan keuangan Q2 2022 termasuk data terbaru dari bisnis e-commerce masing-masing.

Menurut berbagai sumber, Tokopedia dan Shopee adalah dua marketplace online terbesar di Indonesia. Keduanya bersaing ketat untuk memperebutkan pedagang dan pelanggan.

Meskipun sulit dibandingkan satu sama lain, karena pasar Shopee yang meliputi banyak negara, ada angka yang bisa dijadikan tolak ukur kedua perusahaan dalam menggali pendapatan.

Indikator tersebut adalah take rate, yaitu porsi dari total nilai transaksi di dalam platform masing-masing yang dicatat sebagai pendapatan.

Menurut Momentum Works, dikutip Senin (3/10/2022), Tokopedia telah meningkatkan skema komisi untuk pedagang [customer-to-customer] C2C. Langkah ini secara efektif menaikkan take rate, yaitu pendapatan dibagi dengan GMV, dari 2,4% menjadi 3,1% atau sekitar US$4,5 juta (atau sekitar Rp 69,4 miliar).

Tokopedia telah mengumumkan pungutan Rp 1.000 untuk tiap transaksi, menambah biaya transaksi Rp 1.000 yang sudah dikenakan untuk transaksi dengan pembayaran tertentu.

Kenaikan take rate Tokopedia secara nominal mendekati angka milik Alibaba sekitar 4% di China, tetapi masih jauh di belakang Shopee yakni 9,2% atau sekitar US$ 19 juta atau sekitar Rp 290 miliar)

Armada logistik menunjukkan bahwa volume barang yang dipesan dari Tokopedia hampir tidak tumbuh pada tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan GMV disumbang oleh barang dan jasa virtual, yang bersifat margin lebih rendah.

Sementara itu, Shopee mengambil langkah-langkah untuk mencapai profitabilitas lebih cepat, bahkan dalam beberapa minggu terakhir mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di banyak pasar.

Selain itu, Shopee juga memangkas banyak insentif yang sebagian besar di bidang logistik. Seperti yang diketahui bahwa Shopee telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi biaya logistik, dan memiliki Shopee Express sendiri untuk meningkatkan daya tawar di hadapan penyedia logistik pihak ketiga.

Namun masalahnya adalah TikTok juga tengah memperluas operasi e-commerce-nya di luar Indonesia ke semua pasar utama Asia Tenggara. Dan kemungkinan akan terus mensubsidi logistik untuk meraih pangsa pasar.

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News