Faktor gaya hidup dengan aktivitas fisik yang kurang menjadi faktor penyebab obesitas. Foto : pxfuel

Kampus—Masalah obesitas pada orang dewasa di Indonesia cukup tinggi. Selama sekitar satu dekade terakhir (2007-2018) kelebihan berat badanobesitas dan obesitas sentral meningkat cukup pesat. Dengan asumsi kenaikan prevalensi masih seperti saat ini, maka diduga pada tahun 2029 satu dari dua orang dewasa mengalami obesitas. Kalau tidak ada upaya perbaikan yang signifikan maka pada tahun 2029 akan terjadi krisis obesitas, dan Indonesia akan menjadi “bangsa gemuk”.

Hal ini disampaikan Prof Hadi Riyadi, Guru Besar Tetap Fakultas Ekologi Manusia (Fema) dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar yang digelar secara daring, (11/08/22). Dalam paparannya, Hadi menjelaskan bahwa penyebab obesitas terdiri dari dua faktor utama, yaitu faktor biologi dan faktor lingkungan. Faktor biologi terdiri dari genetik, mikrobiota saluran cerna, hormon, umur dan jenis kelamin.

“Obesitas pada bayi dan anak dapat terjadi karena obesitas maternal (kegemukan ibu) dan obesitas paternal (kegemukan ayah). Ibu yang mengalami kegemukan/obesitas ketika hamil atau pertambahan berat badannya tinggi memiliki peluang bayi dan anaknya juga akan kegemukan dan obesitas. Tidak hanya karena faktor ibu, obesitas pada anak juga terjadi karena obesitas pada ayahnya atau obesitas ayah (kegemukan ayah),” jelasnya seperti dikutip dari laman ipb.ac.id.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sementara itu, imbuhnya, untuk faktor lingkungan obesogenik (misalnya, diet tinggi kalori, gaya hidup sedentary) pada ayah dapat mengganggu kualitas sperma ayah. Seperti meningkatnya kerusakan DNA oksidatif sperma, meningkatnya modifikasi epigenetik sperma, dan berkurangnya kapasitas pembuahan.

“Hal ini akan berdampak negatif pada perkembangan embrio dan janin, sehingga generasi masa depan akan mengalami obesitas serta komplikasi metabolik dan reproduksi,” imbuhnya.

Selain itu, Prof Hadi mengatakan bahwa pada tubuh manusia terdapat lebih dari 100 triliun mikroorganisme. Penelitian menunjukkan mikroba saluran cerna memainkan peran penting dalam pengaturan keseimbangan energi dan berat badan. Mikrobiota juga dapat memengaruhi perkembangan obesitas dan diabetes tipe 2.

“Faktor hormon juga berpengaruh terhadap obesitas. Ada dua hormon yang mengatur berat badan atau obesitas, yaitu hormon leptin dan ghrelin. Hormon leptin berperan dalam merangsang nafsu makan, sehingga akan merangsang penurunan berat badan dan obesitas. Sedangkan hormon ghrelin akan meningkatkan nafsu makan seseorang, sehingga akan meningkatkan asupan energi dan mempromosikan kenaikan berat badan dan obesitas,” jelasnya.

Ia menambahkan, faktor umur dan jenis kelamin juga mempengaruhi obesitas. Semakin tinggi usia maka prevalensi obesitas juga semakin tinggi. Wanita lebih banyak yang mengalami obesitas. “Penelitian kami di Bogor menunjukkan selama dua tahun pengamatan sekitar 69 persen wanita menjadi obesitas dari yang sebelumnya tidak obes,” tuturnya.

Menurutnya, faktor yang dapat dimodifikasi untuk memperbaiki obesitas adalah aktivitas fisik dan perilaku makan. Peningkatan aktivitas fisik dapat meningkatkan pengeluaran energi tubuh dan berdampak pada tubuh yang lebih bugar. Faktor lain yang juga berkontribusi terhadap obesitas adalah perilaku makan yang buruk (mengonsumsi makanan padat energi).

“Faktor aktivitas fisik juga merupakan penyebab obesitas. Faktor gaya hidup dengan aktivitas fisik yang kurang menjadi faktor penyebab obesitas pada beberapa penelitian kami. Perilaku sedentary merupakan pemicu obesitas. Kurang tidur dan kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan penambahan berat badan,” terangnya.

Menurutnya, tidur kurang dari 7 hingga 8 jam per malam dapat menurunkan leptin serum dan meningkatkan ghrelin serum, sehingga meningkatkan nafsu makan dan penambahan berat badan. Penelitian Hadi dan tim pada wanita dewasa di Bogor menunjukkan wanita kegemukan dan obesitas memiliki lama dan kualitas tidur yang di bawah anjuran.

“Strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah obesitas adalah melakukan berbagai upaya mulai dari membuat regulasi, pencegahan, manajemen obesitas, dan surveilan. Prioritas perlu diberikan pada upaya mengubah gaya hidup, terutama aktivitas fisik dan perbaikan kualitas diet. Contohnya adalah dengan meningkatkan aktivitas fisik penduduk dan mengurangi asupan makanan tinggi gula, garam dan lemak, serta meningkatkan konsumsi sayur dan buah,” ujarnya.

Ia menjelaskan, aktivitas fisik berjalan selama 60 menit atau 40 menit berdampak terhadap penurunan berat badan, indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang. Langkah berjalan cepat minimal 10 menit menyebabkan usia biologi yang lebih muda atau harapan hidup lebih panjang, yang setara dengan 20 tahun. Oleh karena itu menurutnya diperlukan peningkatan aktivitas fisik dengan cara membuat kebijakan Rencana Aksi Nasional Pembudayaan Aktivitas Fisik.

Baca juga:

Bharada E Minta Perlindungan LPSK, Apa Itu LPSK, Apa Tugas dan Wewenangnya ?

Apa Itu Justice Collaborator, yang Diajukan Bharada E dalam Kasus Kematian Brigadir J ?

Brigadir J, Bharada E, dan Irjen Ferdy Sambo, Begini Urutan Kepangkatan di Tubuh Polri

Siap-siap, TNI AD Segera Buka Pendaftaran Tamtama PK Reguler dan Keagamaan Gelombang II

Info Hari Ini : Apa Perbedaan PNS dan PPPK ?

Apa Itu BPIP ? Apa Tugasnya ?

Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Kunjungi Museum Virtual Seperti Nyata, Ini Linknya

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : [email protected]


Artikel ini bersumber dari kampus.republika.co.id.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News