Memuat…

Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Soeharto. Foto/Repro

JAKARTA – Tekad Belanda kembali menjajah Indonesia tidak pernah surut meski Soekarno atau Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945 sudah memproklamasikan kemerdekaan.

Baru tiga tahun merdeka, pada 19 Desember 1948 pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Simon Hendrik Spoor tiba-tiba menggelar operasi militer.

Kisah Soeharto yang Tidak Tahu Bung Karno Kumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Agresi Militer II yang diberi nama Operation Kraai atau Operation Crow (Operasi Gagak Hitam) itu, secara kilat menggempur Jogjakarta yang saat itu Ibu Kota Indonesia.

Jogja yang menjadi pusat pemerintahan Indonesia, dikepung dan digempur dari darat dan udara. Serangan Belanda mengadopsi gaya Blitzkrieg (serangan kilat) pasukan Nazi Jerman, Werchmacht saat menyerbu Rusia pada tahun 1940.

“Bedanya, ketika itu Werchmacht menggunakan pasukan resimen tank, sedangkan Spoor menggantinya dengan pasukan khusus lintas udara,” tulis Pratama D Persadha dalam buku Kode Untuk Republik, Peran Sandi Negara di Perang Kemerdekaan.

Serangan udara berlangsung pada pagi buta. Tepat pukul 05.15 Wib, Lapangan Terbang Maguwo (sekarang bandara Adi Sucipto) tiba-tiba dihujani bom dan mitraliur. Sebanyak 17 pesawat menyerang secara serempak.

Kisah Sayuti Melik Ketik Naskah Proklamasi Kemerdekaan di Rumah Laksamana Maeda

Amunisi tak henti-henti dimuntahkan pesawat pembom B-25 Mitchell, pesawat tempur P-5 Mustang dan pesawat penyergap P-40 Kittyhawk.

Karena tidak menduga akan datangnya gempuran, termasuk keterbatasan jumlah personel, pasukan pertahanan pangkalan dan kadet TNI hanya mampu bertahan setengah jam. Sebanyak 30 orang kadet TNI dan 10 orang penjaga pangkalan Lapangan Terbang Maguwo gugur.

Artikel ini bersumber dari daerah.sindonews.com.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News