loading…
Kurs rupiah terpantau nyaris menembus Rp15.000 per dolar Amerika Serikat (USD), dimana muncul dorongan dari ekonom agar BI segern menaikkan suku bunga acuan. Foto/Dok
“Sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga ditingkat konsumen. Tapi ketika beban biaya impor sudah naik signifikan akibat selisih kurs, maka imbasnya ke konsumen juga,” ungkap Bhima kepada MNC Portal di Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Baca Juga: Inflasi Kian Ganas, Rupiah Ambruk Nyaris Rp15.000
Dia mengatakan, beban utang luar negeri (ULN) sektor swasta meningkat, karena pendapatan sebagian besar diperoleh dalam bentuk rupiah sementara bunga dan cicilan pokok berbentuk valas.
“Situasi currency missmatch akan mendorong swasta lakukan berbagai cara salah satunya efisiensi operasional. Tidak semua perusahaan swasta yang memiliki ULN lakukan hedging,” terang Bhima.
Baca Juga: Seharian Merah, IHSG Hari Ini Ditutup Koreksi ke Level 6.639
Selain itu, pelemahan kurs rupiah mendorong percepatan kenaikan suku bunga acuan. “BI (Bank Indonesia) perlu naikkan 25-50 bps suku bunga untuk tahan aliran modal keluar. Tapi menaikkan suku bunga acuan berimbas kepada pelaku usaha korporasi, UMKM maupun konsumen. Cicilan KPR dan kendaraan bermotor bisa lebih mahal,” pungkas Bhima.
(akr)
Artikel ini bersumber dari ekbis.sindonews.com.
Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News