customer.co.id – JAKARTA – Bank Dunia memperingatkan krisis pangan dan energi dunia berpotensi semakin meningkat di banyak negara berkembang akibat pelemahan nilai tukar.

“Kombinasi dari kenaikan harga komoditas dan depresiasi mata uang yang terus-menerus menyebabkan inflasi yang lebih tinggi di banyak negara,” kata Direktur Grup Prospek Bank Dunia dan Kepala Ekonom EFI, Ayhan Kose dalam laporannya yang dikutip pada Minggu (30/10/2022).

Ia menjelaskan para pembuat kebijakan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang memiliki ruang terbatas untuk mengelola siklus inflasi global yang paling menonjol dalam beberapa dekade.

Alhasil diperlukan langkah dengan hati-hati mengkalibrasi kebijakan moneter dan fiskal, mengkomunikasikan rencana mereka dengan jelas. “Kemudian harus bersiap-siap untuk periode volatilitas yang lebih tinggi di pasar keuangan dan komoditas global,” ucapnya.

Lebih lanjut Ayhan Kose mengungkapkan, harga komoditas pertanian diperkirakan turun 5% pada tahun depan. Terlebih, harga gandum pada kuartal III-2022 turun hampir 20%, tetapi tetap 24% lebih tinggi dari tahun lalu.

“Penurunan harga komoditas pertanian pada tahun 2023 mencerminkan panen gandum global yang lebih baik dari proyeksi, pasokan yang stabil di pasar beras, dan dimulainya kembali ekspor biji-bijian dari Ukraina,” tuturnya.

Begitu pula dengan harga logam diproyeksikan turun 15% pada 2023, sebagian besar karena pertumbuhan global yang lebih lemah dan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi Tiongkok.

Sementara itu, ekonom senior di Grup Prospek Bank Dunia, John Baffes mengatakan bahwa prospek harga komoditas memiliki banyak risiko. Pasar komoditas energi menghadapi kekhawatiran pasokan yang signifikan karena kekhawatiran tentang ketersediaan energi selama musim dingin mendatang akan meningkat di Eropa.

Harga energi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat mempengaruhi harga non-energi, terutama makanan, memperpanjang tantangan yang terkait dengan kerawanan pangan.

“Perlambatan pertumbuhan global yang lebih tajam juga menghadirkan risiko utama, terutama untuk harga minyak mentah dan logam. Perkiraan penurunan harga pertanian memiliki berbagai risiko,” kata dia.

Ia menjelaskan beberapa risiko yang akan dihadapi, pertama gangguan ekspor oleh Ukraina atau Rusia dapat kembali mengganggu pasokan biji-bijian global.

Kedua, kenaikan tambahan dalam harga energi dapat memberikan tekanan ke atas pada harga biji-bijian dan minyak nabati.

“Ketiga, pola cuaca buruk dapat mengurangi hasil 2023 kemungkinan akan menjadi tahun La Nina ketiga berturut-turut, berpotensi mengurangi hasil panen utama di Amerika Selatan dan Afrika Selatan,” ucapnya.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News