customer.co.idJakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah melemah 4 pekan beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan semakin jauh ke atas Rp 15.000/US$. Sepanjang pekan lalu rupiah tercatat melemah 0,16% ke Rp 15.250/US$, dan masih berisiko merosot di pekan ini.

Sebabnya, dolar AS yang perkasa akibat ekspektasi kenaikan suku bunga. Pada pekan lalu, Amerika Serikat merilis data tenaga kerja yang kuat. Dalam kondisi normal, hal tersebut tentunya menjadi kabar yang sangat baik, tetapi kali ini justru menjadi kabar buruk bagi perekonomian dunia. Sebab, The Fed (bank sentral AS) diprediksi akan terus agresif menaikkan suku bunga.

Rilis tersebut belum sempat direspon pasar finansial Indonesia, dan dampaknya baru akan terasa pada perdagangan Senin (10/10/2022).

Departemen Tenaga Kerja AS Jumat pekan lalu melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 3,5% pada September dari bulan sebelumnya 3,7%. Kemudian sepanjang September, perekonomian AS menyerap 263.000 tenaga kerja, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara total, dengan rata-rata kenaikan upah 5% year-on-year (yoy).

Pasca rilis tersebut, pelaku pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% – 4%, dengan probabilitas lebih dari 80%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group.

Di pekan ini, Amerika Serikat akan merilis data inflasi yang juga menjadi salah satu acuan The Fed dalam menaikkan suku bunga. Jika inflasi kembali menanjak akibat pasar tenaga kerja yang kuat, maka The Fed bisa jadi akan terus agresif yang membuat harga emas dunia tenggelam lagi dan bisa menyeret emas batangan di Pegadaian.

“Tingkat pengangguran yang rendah dulu terasa sangat baik. Semua orang yang ingin bekerja akan mendapat pekerjaan. Tetapi kita kini kita berada pada situasi di mana tingkat pengangguran yang rendah menjadi pendorong inflasi,” kata Ron Hetrick, ekonom senior di Lightcast, perusahaan penyedia data tenaga kerja, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (7/10/2022).

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50) yang kini berada kisaran Rp 14.900/US$ – Rp 14.920/US$.

MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya. Apalagi rupiah juga sudah menembus dan tertahan di atas Rp 15.090/US$ – Rp 15.100/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 50%.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 50% tersebut, rupiah berisiko terpuruk semakin jauh. Target pelemahan ke Rp 15.450/US$, yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2%.

Untuk hari ini, ada risiko rupiah melemah ke Rp 15.270/US$ – Rp 15.310/US$.

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat berada di kisaran Rp 15.200/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke Rp 15.150/US$. Support kuat berada di kisaran 15.100/US$ hingga Rp 15.090/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 50%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News