customer.co.id – JAKARTA – Masalah sampah plastik merupakan tema yang masih menghantui Indonesia, negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, karena jika tidak ditangani, maka dampak negatif yang ditimbulkan berpotensi mengganggu kesehatan populasi, selain juga lingkungan.

Pegiat lingkungan,Fahrian Yovantra, Head of Programs Greeneration, mengatakan salah satu unsur dari sampah plastik yang sangat mencemari lingkungan, jika tidak ditangani dengan baik, adalah botol plastik karena sifatnya yang sulit terurai.

“Seperti pencemaran ke air dan tanah melalui mikroplastik atau pencemaran ke udara karena berpotensi menghasilkan gas-gas, seperti fosgen, hingga zat kimia dioksin,” kata Fahrian dalam keterangan yang dikutip, Jumat (28/10/2022).

Fahrian mengutip beberapa hasil riset yang menunjukkan bahwa di 2019, hanya 12% plastik yang berhasil didaur ulang, 9% terbuang ke alam, 62% ditangani secara tidak tepat, dan 19% dikirim untuk dibuang secara layak.

Meski secara umum konsumen di Indonesia sudah mulai menyadari bahaya limbah plastik, namun, menurutnya masih diperlukan keberlanjutan terkait peningkatan kesadaran publik.

Fahrian menambahkan, produsen perlu memperkuat komitmen dan aksi Extended Producer Responsibility (EPR), seperti mengganti pemakaian biji plastik dengan bahan yang dapat digunakan kembali atau lebih mudah didaur ulang. Di lain pihak, tantangan utama dalam daur ulang botol plastik adalah penanganan yang tepat.

GIZ Advisor, Rocky Pairunan, mengatakan sebagian besar sampah laut di Indonesia berasal dari darat dan menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan pada ekosistem laut.

Terkait hal ini, Rocky menjelaskan Uni Eropa dan Republik Federal Jerman melalui Kementerian Federal Jerman untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ), menginisiasi proyek “Rethinking Plastic – Circular Economy Solutions to Marine Litter, di Indonesia”, yang dilaksanakan bersama oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Expertise France.

Proyek Rethinking Plastics dilaksanakan di beberapa negara dan, di Indonesia proyek ini merupakan penguatan kerja sama antara EU dan Indonesia di bidang ekonomi sirkular, pengelolaan sampah plastik, dan pengurangan sampah laut untuk memberikan peluang bersama untuk berkolaborasi dalam menangani sejumlah isu yang menarik bagi kedua belah pihak. Proyek ini sudah dimulai sejak Mei 2019 dan berakhir sampai akhir Oktober 2022.

Selain proyek tersebut, ada banyak inisiasi lain, termasuk dari pemerintah dan pihak swasta yang mencoba memberi contoh terkait manfaat penerapan ekonomi sirkular dan memberi edukasi ke publik terkait pentingnya pengelolaan sampah plastik dengan konsep daur ulang.

Di Indonesia, beberapa pemain besar industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) selama ini dinilai aktif mengkampanyekan terkait konsep 3R tersebut (re-cycling, re-manufacture, re-use) terutama untuk produk recycled polyethylene terephthalate, or recycled PET.

Adapun beberapa produk AMDK yang populer di Indonesia adalah kemasan botol, kemasan gelas, dan kemasan galon, atau isi ulang.

Bisnis air galon atau kemasan isi ulang (refill) selama ini dianggap sebagai bisnis yang ramah lingkungan dan berdampak pada ekonomi masyarakat, lingkungan, hingga sosial. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB-UI) baru saja mengumumkan terkait studi analisa dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial terhadap penggunaan galon. LPEM FEB-UI, secara khusus menganalisa salah satu produk dari produsen AMDK ternama.

Menurut studi LPEM FEB-UI, pada aspek lingkungan, penggunaan galon ini dapat mengurangi tumpukan sampah botol PET di tempat pemrosesan akhir sebanyak 316 ton, berhasil mengurangi jumlah sampah kemasan plastik yang tidak ditangani secara berkelanjutan (dibakar, dikubur, dibuang sembarangan) sebesar 996 ton.

Dengan adanya pemanfaatan kemasan kembali, produsen juga dapat menekan jumlah pembuatan plastik baru sebagai kemasan sekali pakai, sebesar 4.152 ton.

Secara ekonomi, LPEM FEB-UI juga menyebutkan dampak galon guna ulang dapat menghasilkan tambahan PDB nasional sebesar Rp 460 miliar (0,00073%).

Selain pemain air galon refill, Industri AMDK di Indonesia kini mengenal konsep air minum galon kemasan sekali pakai. Sempat menuai kontroversi, air minum galon kemasan sekali pakai disebut menambah timbunan sampah plastik.

Namun, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Christien Halim memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, kehadiran galon air kemasan sekali pakai justru menghemat pemakaian plastik. Kata Christine, satu galon yang mampu memuat 19 liter air dapat menggantikan botol air kemasan yang isinya 500 mililiter (ml).

“Pemakain botol yang banyak malah menambah jumlah sampah botol yang dipakai. Untuk perusahaan daur ulang plastik juga lebih mudah untuk di daur ulang. Ini justru ramah lingkungan,” ucapnya dalam webinar Waste Management untuk Mendukung Circular Economy.

LSM Sahabat Daur Ulang Dhora Elvira, pada acara tersebut menjelaskan bahwa sampah plastik yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mudah didaur ulang adalah plastik dari jenis PET. “Plastik berbahan dasar PET (biasanya banyak digunakan di kemasan botol plastik air mineral) hampir semua merek botol plastik air mineral. Kalau galon, kalau tidak salah Le Minerale galon sekali pakai yang menggunakan bahan PET dengan Kode Plastik Daur Ulang No.1,” urai Dhora.

Dia menambahkan sampah plastik akan lebih baik jika dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali karena butuh waktu 450 – 1000 tahun untuk sampah dari botol plastik dapat terurai. “Barang-barang plastik dapat terurai di tanah 1.000 tahun lamanya, sedangkan kantong plastik 10 hingga 1000 tahun. Botol plastik dapat terurai di alam sekitar 450 tahun,” jelas Dhora.

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News