customer.co.id – Nilai tukar rupiah kembali tak bertenaga melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (12/10/2022) seiring dengan perkasanya dolar AS di pasar spot yang masih tertinggi sepanjang dua dekade.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebanyak 0,1% ke Rp 15.325/US$. Depresiasi bertambah 0,33% ke Rp 15.360/US$ pada pukul 11:00 WIB.

Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.355/US$, melemah 0,29% di pasarspot, sekaligus posisi terlemah dalam 2,5 tahun terakhir, tepatnya sejak 30 April 2020.

Terkoreksinya Mata Uang Garuda masih saja dipicu oleh penguatan indeks dolar AS di pasar spot yang kini kian dekat dengan rekor tertinggi dua dekadenya di 114,7. Keperkasaan dolar AS ditopang oleh statusnya yang menjadi mata uangsafe haven ketika situasi ekonomi di proyeksi semakin suram.

Ekonom terkemuka dan mantan ketua Morgan Stanley Asia, Stephen Roach mengatakan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mungkin perlu menaikkan suku bunga hingga 6% untuk memerangi inflasi yang meninggi dan ekonomi AS pasti akan jatuh ke dalam resesi tahun depan.

Inflasi AS memuncak pada bulan Maret tetapi akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk turun kembali, sehingga suku bunga kebijakan mungkin perlu dinaikkan menjadi 5-6% untuk mengembalikan inflasi ke level 2%, kata Roach dalam sebuah wawancara dengan China Finance 40 Forum dikutip Reuters.

“Ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 0,6% pada kuartal kedua setelah turun 1,6% pada kuartal pertama. Tetapi Amerika mungkin menuju resesi tahun depan karena The Fed akan menaikkan suku bunga beberapa kali sebelum mencapai tingkat yang membatasi,” tambahnya.

Roach juga meyakini bahwa permintaan akan dolar AS akan tetap kuat dan membuat mata uang lainnya terdepresiasi. Senada, analis lembaga keuangan lainnya juga berpendapat serupa.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memperkirakan penjualan eceran pada September 2022 akan menurun, hal tersebut tercermin dari hasil survei Penjualan Eceran BI pada Indeks Penjualan Riil (IPR) yang turun 0,9% secara bulanan.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam laporannya menilai bahwa penurunan tersebut didorong oleh penurunan penjualan beberapa kelompok seperti kelompok suku cadang dan aksesori, bahan bakar kendaraan bermotor, serta makanan, minuman dan tembakau.

Secara rinci, IPR kelompok suku cadang dan aksesori terpantau turun 12,7% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sedangkan kelompok bahan bakar kendaraan bermotor turun 8,6% secara bulanan, serta makanan, minuman dan tembakau turun 0,5% secara bulanan.

Meski begitu, secara bulanan, IPR pada bulan September 2022 masih tumbuh 5,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) terus berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dan terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website cnbcindonesia.com. Situs https://customer.co.id adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://customer.co.id tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

Baca Artikel Menarik Lainnya dari Customer.co.id di Google News